Kenapa Sholat Dzuhur dan Ashar Tidak Bersuara? Ini Penjelasan Lengkapnya

Kenapa Sholat Dzuhur dan Ashar Tidak Bersuara?

 Dalam Islam, sholat merupakan tiang agama dan ibadah utama yang memiliki aturan dan tata cara tersendiri. Salah satu pertanyaan yang sering muncul di kalangan umat Muslim, terutama yang baru belajar, adalah: kenapa sholat Dzuhur dan Ashar tidak bersuara, sedangkan sholat lainnya seperti Maghrib, Isya, dan Subuh dibaca dengan suara keras oleh imam?

Artikel ini akan mengulas alasan di balik perbedaan bacaan dalam sholat fardhu, terutama pada Dzuhur dan Ashar, berdasarkan dalil, pendapat ulama, dan hikmah di baliknya.

Perbedaan Sholat Jahr dan Sirr  


Dalam istilah fiqih, sholat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan cara membaca bacaan sholat:  

1. Sholat Jahr (dikeraskan bacaannya)  

   - Subuh  
   - Maghrib  
   - Isya  

2. Sholat Sirr (dibaca pelan atau tidak dikeraskan)  

   - Dzuhur  
   - Ashar  

Pada sholat Jahr, imam membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek dengan suara keras, sedangkan dalam sholat Sirr, bacaan dilakukan pelan atau hanya terdengar oleh diri sendiri.  

Kenapa Sholat Dzuhur dan Ashar Tidak Bersuara?  


Ada beberapa alasan mengapa sholat Dzuhur dan Ashar dilakukan dengan bacaan pelan:

1. Tuntunan dari Nabi Muhammad SAW  

Rasulullah SAW mengajarkan perbedaan cara membaca dalam sholat berdasarkan waktu pelaksanaan. Dalam banyak hadits, Nabi membaca dengan suara pelan pada waktu Dzuhur dan Ashar, dan para sahabat menirunya. Ini menjadi dasar utama para ulama untuk mengategorikan sholat Dzuhur dan Ashar sebagai sholat Sirr.  

> “Rasulullah SAW melaksanakan sholat Dzuhur dan Ashar dengan bacaan pelan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Kondisi Waktu Pelaksanaan  

Dzuhur dan Ashar dilakukan pada siang hari saat suasana terang dan ramai. Jika imam membaca dengan suara keras, bisa jadi akan mengganggu aktivitas atau suasana tenang sekitar.  

Sebaliknya, sholat Maghrib, Isya, dan Subuh dilakukan saat suasana relatif sunyi. Membaca dengan suara keras justru membantu jamaah untuk lebih khusyuk dan fokus.  

3. Hikmah Edukasi dan Spiritualitas  

- Sholat siang hari (Dzuhur dan Ashar): Mendorong umat untuk lebih fokus secara internal dan melatih keikhlasan, karena tidak terdengar oleh orang lain.  
- Sholat malam atau fajar (Subuh, Maghrib, Isya): Bacaan keras menjadi sarana dakwah, pembelajaran, dan pengingat bagi jamaah.  

Pendapat Ulama Tentang Bacaan Pelan  


Pendapat Ulama Tentang Bacaan Pelan dalam Sholat Dzuhur dan Ashar

Para ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa bacaan dalam sholat Dzuhur dan Ashar dilakukan secara pelan (sirr), baik oleh imam maupun makmum. Kesepakatan ini berdasarkan sunnah Rasulullah SAW dan amalan para sahabat.

Berikut adalah beberapa pendapat ulama terkait bacaan pelan dalam sholat siang:

1. Mazhab Hanafi  

Menurut ulama Hanafiyah, membaca pelan dalam sholat Dzuhur dan Ashar adalah wajib, karena termasuk dalam tata cara ibadah yang ditetapkan oleh syariat. Jika imam membaca keras dalam sholat siang, maka perbuatannya dianggap makruh tahrimi (makruh yang mendekati haram), meskipun sholatnya tetap sah.

2. Mazhab Maliki  

Ulama Maliki menegaskan bahwa Rasulullah SAW secara konsisten membaca pelan dalam sholat Dzuhur dan Ashar. Oleh karena itu, menyelisihi sunnah ini termasuk hal yang tidak disukai (makruh). Namun, jika seseorang secara tidak sengaja membaca keras, maka sholatnya tetap sah.

3. Mazhab Syafi’i  

Dalam mazhab Syafi’i, membaca pelan pada sholat Dzuhur dan Ashar merupakan bagian dari sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika seorang imam membaca keras dengan sengaja, maka itu menyelisihi sunnah, meskipun tidak sampai membatalkan sholat.

4. Mazhab Hanbali  

Menurut ulama Hanbali, membaca pelan pada sholat siang adalah perintah berdasarkan sunnah Nabi. Bacaan keras di waktu Dzuhur dan Ashar dianggap menyelisihi tuntunan Nabi SAW, dan jika dilakukan dengan sengaja tanpa alasan, bisa dianggap sebagai perbuatan yang tercela.

Kesimpulan Pendapat Ulama


- Semua mazhab sepakat bahwa bacaan dalam sholat Dzuhur dan Ashar dilakukan dengan suara pelan (sirr).
- Membaca dengan suara keras dalam sholat siang tidak membatalkan sholat, tetapi dianggap makruh dan menyelisihi sunnah.
- Dasar utama dari pendapat ini adalah riwayat hadits shahih dan ijma’ (kesepakatan) para sahabat yang melihat langsung praktik sholat Nabi SAW.

Dengan memahami pendapat para ulama, kita bisa lebih mantap dalam menjalankan ibadah sesuai tuntunan yang benar. Hal ini juga menunjukkan betapa detilnya ajaran Islam dalam mengatur ibadah demi menjaga kekhusyukan dan keindahan syariat.

Hukum Mengeraskan Bacaan Shalat Dzuhur  


Dalam Islam, tata cara shalat telah diatur secara detail berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW. Salah satu aturan tersebut adalah tentang cara membaca bacaan dalam shalat: apakah dibaca dengan keras (jahr) atau pelan (sirr). Khusus untuk shalat Dzuhur, bacaan seharusnya dilakukan secara pelan.  

Lalu, bagaimana hukum mengeraskan bacaan dalam shalat Dzuhur?

1. Hukum Mengeraskan Bacaan Shalat Dzuhur: Makruh  


Mayoritas ulama dari empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) sepakat bahwa mengeraskan bacaan dalam shalat Dzuhur termasuk perbuatan makruh, yaitu perbuatan yang sebaiknya dihindari karena menyelisihi sunnah Nabi Muhammad SAW.  

📌 Penjelasannya:  
- Makruh artinya perbuatan tersebut tidak sampai membatalkan shalat, tetapi dianggap tidak sesuai dengan tuntunan yang benar.  
- Jika seseorang sengaja membaca keras dalam shalat Dzuhur, maka shalatnya tetap sah, namun pahala dan keutamaannya bisa berkurang karena tidak mengikuti cara yang diajarkan Rasulullah SAW.

2. Dasar Hukum dari Hadits  


Banyak hadits shahih yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW membaca pelan saat shalat Dzuhur dan Ashar.  

> “Rasulullah SAW melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar dengan bacaan pelan (sirr).”  
> (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjadi dalil utama bahwa membaca dengan suara pelan adalah sunnah Nabi yang harus diikuti.

3. Kapan Boleh Mengeraskan Bacaan?  


Dalam kondisi tertentu, mengeraskan bacaan pada shalat Dzuhur bisa dibolehkan, misalnya:  
- Saat mengajarkan makmum pemula cara shalat (untuk tujuan pendidikan)  
- Jika dalam keadaan sangat sepi dan tidak mengganggu siapa pun  
- Saat shalat sendirian di tempat sunyi (meski tetap dianjurkan pelan)

Namun demikian, para ulama tetap menyarankan agar kita mengikuti tata cara shalat yang umum dilakukan Nabi, yaitu dengan membaca pelan pada shalat Dzuhur dan Ashar.

Kesimpulan  


- Hukum mengeraskan bacaan shalat Dzuhur adalah makruh (tidak dianjurkan)  
- Shalat tetap sah, namun menyelisihi sunnah Rasulullah SAW  
- Lebih utama dan lebih afdhal mengikuti cara Nabi, yaitu membaca pelan (sirr)  
- Dalam situasi tertentu, seperti mengajar atau kondisi sunyi, sebagian ulama membolehkan dengan syarat tertentu  

Sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk mengikuti sunnah Rasulullah dalam ibadah, termasuk dalam hal kecil seperti cara membaca dalam shalat. Semakin sesuai dengan ajaran Nabi, semakin besar nilai ibadah kita di sisi Allah SWT.

Kenapa sholat Dzuhur dan Ashar tidak bersuara? Jawabannya adalah karena mengikuti tuntunan Rasulullah SAW, mempertimbangkan kondisi waktu siang hari, serta memiliki hikmah spiritual tersendiri. Dalam Islam, segala tata cara ibadah telah diatur sedemikian rupa dengan tujuan menjaga kekhusyukan, keteraturan, dan kedekatan umat kepada Allah SWT.

Sebagai umat Muslim, kita hendaknya memahami makna di balik setiap ibadah, tidak hanya menjalankannya secara mekanis. Semoga penjelasan ini memberikan wawasan dan memperkuat keimanan kita dalam menjalankan sholat dengan benar dan penuh kesadaran.

LihatTutupKomentar