Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menguak Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram

Makna-Bulan-Suro-dari-Sejarah-Tradisi-Jawa-dan-Keistimewaan-10-Muharram

Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram
merupakan topik menarik yang selalu jadi perhatian umat Islam dan masyarakat Jawa setiap awal tahun Hijriyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram secara mendalam dan menyeluruh, agar kita bisa memahami nilai-nilai budaya dan spiritual yang terkandung di dalamnya. Sebab, memahami Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram bukan hanya soal pengetahuan, tapi juga memperkuat identitas dan keimanan.

Apa Itu Bulan Suro?

Bulan Suro adalah sebutan dalam kalender Jawa untuk bulan Muharram dalam kalender Hijriyah. Bagi masyarakat Jawa, Bulan Suro memiliki nilai sakral dan penuh aura mistik. Banyak orang percaya bahwa bulan ini adalah waktu yang tepat untuk introspeksi diri, menjauhkan diri dari keramaian, dan memperbanyak ibadah. Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram berkaitan erat dengan nilai spiritual dan warisan budaya yang kuat.

Asal Usul dan Sejarah Bulan Suro

Secara historis, Bulan Suro berasal dari Muharram, bulan pertama dalam kalender Islam. Muharram sendiri adalah bulan yang mulia, di mana banyak peristiwa penting terjadi. Salah satu yang paling dikenal adalah tragedi Karbala, saat cucu Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Husain bin Ali, syahid dalam memperjuangkan keadilan. Dalam tradisi Jawa, Bulan Suro diidentikkan dengan suasana sakral dan tenang, seiring dengan kesedihan atas peristiwa Karbala. Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sejarah Islam dan akulturasi budaya lokal.

Tradisi Jawa di Bulan Suro

  • Tapa Bisu: Prosesi diam tanpa bicara yang biasanya dilakukan di malam 1 Suro, sebagai bentuk pengendalian diri.
  • Kirab Pusaka: Tradisi mengarak pusaka keraton atau benda keramat, menandakan penghormatan terhadap leluhur dan budaya.
  • Ruwatan dan Ziarah: Masyarakat Jawa melakukan ritual ruwatan atau pembersihan diri secara spiritual, serta ziarah ke makam leluhur.

Tradisi ini menggambarkan bagaimana Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram menyatu dalam kehidupan masyarakat Jawa, mencerminkan harmoni antara nilai Islam dan budaya lokal.

Keistimewaan 10 Muharram dalam Islam

Tanggal 10 Muharram, yang juga dikenal dengan Hari Asyura, memiliki tempat yang sangat istimewa dalam Islam. Hari ini bukan sekadar salah satu dari kalender hijriyah, tetapi menyimpan berbagai peristiwa bersejarah dan amalan yang memiliki keutamaan besar di sisi Allah SWT. Dalam Islam, 10 Muharram disebut-sebut sebagai hari agung yang penuh dengan rahmat dan ampunan.

Berikut adalah beberapa keistimewaan 10 Muharram dalam Islam:


1. Hari Diselamatkannya Nabi Musa dari Fir'aun

Rasulullah SAW bersabda bahwa 10 Muharram adalah hari di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun dan tentaranya. Sebagai bentuk syukur, Nabi Musa berpuasa pada hari itu. Ketika Rasulullah mendengar hal ini, beliau pun bersabda:

“Kami lebih berhak terhadap Musa daripada mereka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Maka Rasulullah pun berpuasa dan menganjurkan umat Islam untuk berpuasa juga.


2. Disunahkan Puasa Asyura

Puasa pada 10 Muharram memiliki pahala yang besar. Rasulullah SAW bersabda:

“Puasa Asyura, aku berharap kepada Allah agar ia menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim)

Namun, agar tidak menyerupai puasa Yahudi, Nabi menganjurkan untuk juga berpuasa pada tanggal 9 (Tasu’a) atau 11 Muharram.


3. Hari Ampunan dan Keberkahan

Banyak ulama mengatakan bahwa 10 Muharram adalah hari yang penuh ampunan, di mana Allah SWT membuka pintu rahmat-Nya bagi siapa saja yang memohon ampun dan bertaubat. Ini adalah momentum terbaik untuk membersihkan diri dari dosa dan memperbaiki niat.


4. Peristiwa Penting dalam Sejarah Islam

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa banyak peristiwa besar terjadi pada 10 Muharram, antara lain:

  • Taubat Nabi Adam diterima oleh Allah.

  • Nabi Nuh turun dari perahu setelah banjir besar.

  • Nabi Ibrahim diselamatkan dari api oleh Allah.

  • Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan paus.

  • Nabi Isa diangkat ke langit.

  • Terbunuhnya cucu Rasulullah, Husain bin Ali RA, di Karbala – meski peristiwa ini lebih ditekankan dalam sejarah Syiah, namun tetap dikenang sebagai tragedi yang menyayat hati umat Islam.


5. Waktu Terbaik untuk Bersedekah dan Berbuat Baik

Banyak ulama menganjurkan agar memperbanyak amal baik pada hari ini, seperti:

  • Memberi makan fakir miskin.

  • Menyantuni anak yatim.

  • Meringankan beban orang lain.

  • Mandi sunnah di pagi hari.

  • Memuliakan keluarga dengan memberi mereka hidangan yang lebih baik dari biasanya.


6. Menghidupkan Sunnah dan Menyebarkan Ilmu

Rasulullah SAW menghidupkan hari Asyura dengan amalan dan pengajaran, sehingga umat Islam dianjurkan untuk mengajarkan sejarah dan nilai-nilai 10 Muharram kepada keluarga dan lingkungan. Ini adalah waktu yang tepat untuk menumbuhkan semangat keislaman dalam rumah tangga.


7. Hari yang Diberkahi Sejak Zaman Nabi-Nabi

Menurut beberapa atsar dan riwayat, 10 Muharram adalah hari yang memiliki nilai sakral bahkan sejak zaman Nabi-Nabi terdahulu. Maka tidak heran jika hari ini dipandang sebagai hari agung oleh seluruh umat yang meyakini wahyu dari langit.


Penutup

Keistimewaan 10 Muharram dalam Islam sangat luar biasa, mencakup nilai-nilai sejarah, spiritualitas, ampunan, dan solidaritas sosial. Hari ini menjadi momen refleksi atas perjuangan para Nabi, serta kesempatan besar untuk memperbaiki diri di awal tahun hijriyah. Jangan lewatkan untuk berpuasa, bersedekah, dan memperbanyak ibadah pada hari yang mulia ini.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang dapat mengambil keberkahan dan keutamaan dari keistimewaan 10 Muharram dalam Islam.

Pandangan Islam terhadap Tradisi Jawa di Bulan Suro

Secara umum, Islam memandang Muharram sebagai bulan yang mulia (bulan haram). Dalam bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan amalan kebaikan. Namun, terkait tradisi Jawa di bulan Suro, ada beberapa aspek yang perlu dipahami:

  • Keutamaan Bulan Muharram dalam Islam:

    • Bulan Haram: Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram (mulia) dalam Islam, di mana umat Muslim dilarang melakukan perbuatan haram, termasuk pertumpahan darah.

    • Bulan Allah (Syahrullah): Bulan ini disebut "Bulan Allah" (Syahrullah) yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.

    • Anjuran Puasa: Puasa di bulan Muharram sangat dianjurkan, terutama puasa Tasua (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), yang dapat menghapus dosa setahun yang lalu.

  • Tradisi Jawa yang Sejalan dengan Ajaran Islam:

    • Tirakat dan Introspeksi Diri: Banyak tradisi Suroan, seperti laku tirakat, doa bersama, dan merenung, sejalan dengan ajaran Islam tentang introspeksi diri (muhasabah), membersihkan diri dari kesalahan, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

    • Bersedekah dan Berbagi: Tradisi seperti membuat Bubur Suro (sering dikaitkan dengan kisah Nabi Nuh dan dibagikan sebagai bentuk sedekah) dan menyantuni anak yatim (bertepatan dengan Hari Asyura pada 10 Muharram) sangat dianjurkan dalam Islam.

    • Ziarah Kubur: Ziarah kubur para wali atau orang suci adalah tradisi yang sudah menjadi bagian dari praktik keagamaan Islam di Indonesia, termasuk Jawa.

    • Menjaga Hati dan Perilaku: Beberapa pantangan seperti larangan berkata buruk atau berbuat onar dapat diinterpretasikan sebagai anjuran Islam untuk menjaga lisan dan perilaku, serta berprasangka baik.

  • Tradisi Jawa yang Memerlukan Pemahaman Lebih Lanjut (Potensi Konflik dengan Akidah Islam):

    • Kepercayaan Kesialan/Pantangan Mutlak: Beberapa kepercayaan di masyarakat Jawa tentang larangan mutlak (seperti tidak boleh menikah, pindah rumah, atau keluar rumah di bulan Suro karena dianggap sial) tidak memiliki dasar dalam syariat Islam. Islam mengajarkan bahwa semua waktu adalah baik, dan kesialan atau keberuntungan datang dari takdir Allah, bukan karena waktu tertentu. Mencela waktu karena menganggapnya membawa musibah adalah hal yang dilarang dalam Islam.

    • Unsur Mistis/Syirik: Jika ada tradisi yang mengarah pada penyembahan selain Allah (syirik), meminta pertolongan kepada selain-Nya, atau mempercayai kekuatan gaib dari benda-benda pusaka melebihi kekuasaan Allah, maka hal-hal ini jelas bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam.

Kesimpulan:

Pandangan Islam terhadap tradisi Jawa di bulan Suro sangat tergantung pada esensi dan praktik dari tradisi itu sendiri. Tradisi yang mengandung nilai-nilai positif seperti introspeksi, sedekah, doa, dan silaturahmi, serta tidak bertentangan dengan akidah Islam, dapat diterima dan bahkan dianjurkan.

Namun, tradisi yang mengandung unsur kesialan mutlak, khurafat (takhayul), atau bahkan syirik, tidak sesuai dengan ajaran Islam dan perlu diluruskan agar masyarakat tidak terjerumus pada praktik yang menyimpang dari tauhid. Harmoni antara Islam dan budaya Jawa dapat terwujud jika nilai-nilai Islam menjadi filter dan pencerah bagi tradisi-tradisi lokal.

Tips Mengisi Bulan Suro Secara Positif

Bulan Suro atau Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriah yang juga memiliki makna khusus dalam tradisi Jawa. Bagi sebagian masyarakat, bulan ini kerap dikaitkan dengan hal-hal mistis atau pantangan. Namun, sebenarnya ada banyak cara positif untuk mengisi bulan Suro yang bisa membawa kebaikan bagi diri dan lingkungan.

Berikut adalah beberapa tips yang bisa Anda lakukan:

1. Perbanyak Ibadah dan Amalan Spiritual

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam. Memperbanyak ibadah bisa menjadi cara terbaik untuk mengisi bulan ini.

  • Puasa Sunah: Puasa Tasu'a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram) sangat dianjurkan karena memiliki keutamaan besar, yaitu menghapus dosa setahun yang lalu. Jika tidak bisa berpuasa dua hari tersebut, puasa pada tanggal 10 Muharram saja juga sangat baik. Selain itu, Anda juga bisa memperbanyak puasa sunah lainnya seperti puasa Senin-Kamis.

  • Dzikir dan Doa: Perbanyaklah berzikir, memohon ampunan, dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Momen ini bisa menjadi kesempatan untuk introspeksi diri dan mendekatkan diri kepada-Nya.

  • Membaca Al-Qur'an: Jadikan bulan Suro sebagai momentum untuk lebih rutin membaca, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur'an.

  • Sholat Malam: Dirikan sholat malam (tahajud) untuk memohon ketenangan batin dan kelancaran dalam segala urusan.

2. Introspeksi dan Evaluasi Diri

Bulan Suro bisa menjadi waktu yang tepat untuk melakukan introspeksi diri.

  • Mengevaluasi Diri: Renungkan kembali apa saja yang sudah Anda lakukan selama setahun terakhir. Identifikasi kelebihan dan kekurangan Anda.

  • Membuat Resolusi: Setelah mengevaluasi diri, buatlah resolusi atau tujuan baru untuk satu tahun ke depan. Fokus pada pengembangan diri, perbaikan akhlak, dan pencapaian target-target positif.

  • Bersyukur: Luangkan waktu untuk bersyukur atas segala nikmat yang telah Anda terima.

3. Berbagi dan Berbuat Kebaikan

Bulan Muharram juga dikenal sebagai bulan berbagi.

  • Sedekah: Perbanyaklah bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. Sedekah tidak hanya berupa materi, tetapi juga bisa berupa tenaga, ilmu, atau bahkan senyuman.

  • Menyantuni Anak Yatim: Tanggal 10 Muharram (Hari Asyura) juga dikenal sebagai Hari Raya Anak Yatim. Menyantuni dan membahagiakan anak yatim merupakan amalan yang sangat dianjurkan.

  • Membantu Sesama: Jadilah pribadi yang lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Tawarkan bantuan kepada keluarga, tetangga, atau siapa pun yang membutuhkan.

4. Menjalin Silaturahmi

Mempererat tali silaturahmi selalu menjadi amalan yang baik.

  • Mengunjungi Kerabat: Luangkan waktu untuk mengunjungi sanak saudara dan teman-teman. Jalin kembali hubungan yang mungkin sempat renggang.

  • Bertegur Sapa: Mulailah dari hal kecil, seperti bertegur sapa dengan tetangga atau rekan kerja.

5. Menjaga Kebersihan dan Ketenangan Lingkungan

Bulan Suro juga bisa diisi dengan menjaga kebersihan, baik kebersihan diri maupun lingkungan.

  • Kerja Bakti: Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan sekitar.

  • Menjaga Hati: Jaga hati dari pikiran dan prasangka buruk. Ciptakan suasana batin yang tenang dan positif.

Dengan mengisi bulan Suro secara positif, Anda tidak hanya menjauhkan diri dari hal-hal negatif, tetapi juga akan mendapatkan banyak keberkahan dan kebaikan dalam hidup.

 

Data dan Contoh Dukungan

Sebuah survei yang dilakukan di Yogyakarta menunjukkan bahwa 78% masyarakat masih mempraktikkan tradisi Suro, meskipun sebagian besar telah dimodifikasi agar sesuai dengan nilai Islam. Ini menunjukkan bagaimana kuatnya warisan budaya dan spiritual dalam Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram.

Penutup

Kesimpulannya, Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram mencerminkan kekayaan sejarah, spiritualitas, dan budaya masyarakat Jawa dan umat Islam secara umum. Dengan memahami dan menghayati bulan ini secara bijak, kita bisa memperkuat keimanan sekaligus melestarikan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang. Oleh karena itu, mari jadikan Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram sebagai momentum untuk introspeksi, ibadah, dan menjaga harmoni dalam kehidupan kita.

Posting Komentar untuk "Menguak Makna Bulan Suro, dari Sejarah, Tradisi Jawa, dan Keistimewaan 10 Muharram"