Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut NU
Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut NU-Sebelum kita menyelami lebih dalam tentang hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal, ada baiknya kita menyegarkan kembali pemahaman kita mengenai ibadah kurban itu sendiri. Kurban, atau *udhiyyah*, adalah penyembelihan hewan ternak tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah ini memiliki sejarah panjang yang berakar pada kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS, sebuah kisah keteladanan yang menunjukkan puncak ketundukan dan keikhlasan kepada perintah Allah.
Kurban bukan hanya sekadar menyembelih hewan. Di dalamnya terkandung banyak hikmah dan nilai-nilai luhur. Ada nilai spiritual, di mana kita belajar mengorbankan sebagian harta yang kita cintai demi meraih ridha Allah. Ada nilai sosial, karena daging kurban akan dibagikan kepada fakir miskin dan yang membutuhkan, sehingga terjalinlah kebersamaan dan kepedulian antar sesama. Dan tentu saja, ada nilai pahala yang berlimpah bagi mereka yang melaksanakannya dengan ikhlas dan sesuai syariat.
Hukum Asal Kurban: Sunnah Muakkadah bagi yang Mampu
Secara umum, hukum berkurban adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan mendekati wajib bagi setiap muslim yang mampu (memiliki kelapangan rezeki). Kemampuan di sini bukan berarti harus kaya raya, tetapi memiliki kelebihan harta setelah memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga pada hari-hari tersebut. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang memiliki kelapangan, namun tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah kurban di mata Rasulullah SAW.
Baca Juga: Hukum Qurban bagi Orang yang Sudah MeninggalHukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut NU: Sebuah Tinjauan Fikih yang Komprehensif
Nah, sekarang sampailah kita pada inti pembahasan kita: **hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal menurut NU**. Pertanyaan ini sering muncul karena keinginan kuat sebagian besar umat Islam untuk terus berbakti dan mengirimkan pahala kepada orang tua, kakek-nenek, atau sanak keluarga yang telah tiada. Adakah cara untuk itu melalui ibadah kurban? Mari kita telaah pandangan Nahdlatul Ulama (NU) yang dikenal sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yang menjunjung tinggi tradisi dan fiqih klasik Ahlussunnah wal Jama'ah.
Secara umum, dalam pandangan NU, berkurban untuk orang yang sudah meninggal adalah sesuatu yang *dianjurkan* dan *sampai pahalanya*, dengan beberapa rincian dan syarat. Pandangan ini didasarkan pada beberapa landasan fikih yang kuat:
- Kurban atas Nama Sendiri, Niatkan Pahalanya untuk Mayit:
Ini adalah cara yang paling populer dan banyak diamalkan. Seseorang berkurban atas namanya sendiri (sebagai *shahibul qurban*), namun kemudian ia meniatkan pahala dari kurban tersebut agar sampai kepada orang yang sudah meninggal. Misalnya, seorang anak berkurban dan meniatkan pahalanya untuk orang tuanya yang telah wafat. Dalam pandangan NU, pahala dari amal shalih seperti sedekah, doa, dan haji bisa sampai kepada mayit, dan kurban termasuk dalam kategori sedekah. Dalilnya adalah hadis tentang seorang wanita yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibunya yang meninggal dan belum sempat bersedekah. Rasulullah SAW bersabda, "Bersedekahlah untuknya." (HR. Muslim). Kurban dianggap sebagai sedekah daging yang bernilai tinggi. - Kurban dengan Wasiat dari Mayit:
Jika orang yang sudah meninggal sebelum wafatnya pernah berwasiat agar sebagian hartanya digunakan untuk berkurban, maka ahli waris wajib melaksanakannya (selama tidak melebihi sepertiga dari harta peninggalan, jika bukan untuk kewajiban yang berhubungan dengan hak Allah seperti zakat atau haji). Kurban dalam kasus ini hukumnya wajib bagi ahli waris untuk melaksanakannya dari harta mayit. - Kurban atas Nama Mayit Secara Langsung (Tanpa Wasiat):
Ini adalah poin yang sering menimbulkan diskusi. Apakah sah berkurban langsung atas nama orang yang sudah meninggal tanpa adanya wasiat dari mayit? Dalam pandangan sebagian besar ulama NU, khususnya mengikuti mazhab Syafi'i, berkurban secara langsung atas nama mayit tanpa wasiat adalah tidak sah, kecuali jika diniatkan sebagai sedekah. Namun, kembali ke poin pertama, yang lebih tepat adalah berkurban atas nama *shahibul qurban* (yang hidup), lalu pahalanya dihadiahkan atau diniatkan untuk si mayit. Mengapa demikian? Karena kurban adalah ibadah *qurbah* (mendekatkan diri kepada Allah) yang bersifat pribadi dan terikat waktu, yang pada dasarnya dilakukan oleh orang yang masih hidup dan memiliki tanggung jawab taklif.
Meskipun demikian, ada pula ulama dari mazhab lain (seperti Hanafi dan Hanbali) yang membolehkan kurban atas nama mayit secara langsung meskipun tanpa wasiat, dengan landasan bahwa pahala sedekah bisa sampai kepada mayit. Dalam konteks NU, yang seringkali mengadopsi berbagai pandangan demi kemaslahatan, praktek yang paling kuat dan aman adalah dengan cara *menghadiahkan pahala* dari kurban yang dilakukan oleh yang masih hidup.
Mengapa NU Menganjurkan Kurban untuk Mayit (dengan Niat Menghadiahkan Pahala)?
Landasan utama NU dalam menganjurkan **hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal menurut NU** dengan cara menghadiahkan pahala adalah prinsip sampainya pahala amal shalih kepada mayit. Prinsip ini didasarkan pada beberapa dalil, di antaranya:
- Doa Anak yang Sholeh: Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang senantiasa mendoakannya." (HR. Muslim). Kurban yang diniatkan pahalanya untuk mayit bisa dianalogikan sebagai doa dan sedekah dari anak atau kerabat yang sholeh.
- Sedekah atas Nama Mayit: Seperti hadis tentang ibu yang meninggal dan belum sempat bersedekah, Rasulullah SAW membolehkan bersedekah atas nama mayit dan pahalanya sampai. Kurban, dalam esensinya, juga merupakan bentuk sedekah.
- Haji Badal: Adanya syariat haji badal (menghajikan orang lain) juga menjadi dalil bahwa ibadah fisik yang mengandung unsur harta bisa dilakukan oleh orang lain dan pahalanya sampai kepada yang diwakilkan. Meskipun kurban dan haji adalah dua ibadah yang berbeda, namun prinsip sampainya pahala melalui perwakilan atau niat bisa ditarik benang merahnya.
Solusi Praktis dan Langkah-langkah Melaksanakan Kurban untuk Orang Tua/Kerabat yang Sudah Meninggal
Nah, setelah memahami tinjauan fikihnya, lalu bagaimana solusi praktisnya agar kita bisa melaksanakan ibadah mulia ini bagi orang-orang tercinta yang sudah tiada? Berikut adalah langkah-langkah mudah yang bisa Anda ikuti, khususnya bagi pemula:
- Niatkan dengan Benar: Saat Anda membeli hewan kurban atau menyerahkan dana kurban kepada panitia, niatkan dalam hati bahwa kurban ini Anda lakukan atas nama Anda sendiri (jika Anda yang membayar), dan pahalanya Anda hadiahkan kepada orang tua/kerabat Anda yang sudah meninggal.
Contoh Niat: "Ya Allah, aku berkurban ini atas nama diriku, dan aku niatkan pahala dari kurban ini untuk (sebutkan nama almarhum/ah)." Atau jika melalui panitia, sampaikan niat ini kepada panitia.
- Pilih Hewan Kurban yang Sah: Pastikan hewan kurban memenuhi syarat syar'i: cukup umur (kambing/domba minimal 1 tahun, sapi/kerbau minimal 2 tahun), tidak cacat, dan sehat.
- Lakukan Penyembelihan Sesuai Syariat: Proses penyembelihan harus dilakukan oleh orang yang memahami syariat, menyebut nama Allah saat menyembelih, dan memastikan urat nadi serta saluran pernapasan terputus sempurna. Jika melalui panitia, pastikan panitia terpercaya dan memahami syariat.
- Pembagian Daging Kurban: Bagikan daging kurban sesuai syariat. Sepertiga untuk *shahibul qurban* (yang berkurban), sepertiga untuk fakir miskin, dan sepertiga untuk kerabat/tetangga. Meskipun kurban ini diniatkan pahalanya untuk mayit, pembagian daging tetap mengikuti aturan umum pembagian daging kurban, karena yang menjadi *shahibul qurban* adalah yang masih hidup.
- Perbanyak Doa: Setelah kurban dilaksanakan, jangan lupa untuk senantiasa mendoakan almarhum/ah. Doa adalah jembatan terindah bagi kita untuk terus berkomunikasi dengan mereka yang telah tiada.
Poin-poin Penting yang Perlu Diingat:
- Intinya adalah Pahala Sampai: Fokus utama dalam **hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal menurut NU** adalah sampainya pahala kurban kepada mayit melalui niat penghadiahan dari orang yang masih hidup.
- Tidak Perlu Khawatir Niat yang Rumit: Bagi pemula, jangan terlalu memusingkan redaksi niat yang rumit. Niatkan saja dalam hati dengan tulus dan ikhlas, insya Allah sah.
- Prioritaskan Kurban Wajib Dulu: Jika Anda belum pernah berkurban untuk diri sendiri dan Anda mampu, dahulukan kurban untuk diri sendiri terlebih dahulu, karena hukumnya sunnah muakkadah bagi yang mampu. Setelah itu, barulah Anda bisa niatkan pahala kurban untuk orang tua/kerabat yang sudah meninggal.
- Jangan Memaksakan Diri: Kurban adalah ibadah bagi yang mampu. Jangan memaksakan diri hingga berhutang atau menelantarkan kebutuhan pokok keluarga hanya demi berkurban untuk mayit. Kemampuan adalah syarat utama.
- Konsultasi dengan Ulama Setempat: Jika Anda memiliki keraguan atau pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ulama atau kyai di lingkungan NU terdekat Anda. Mereka akan memberikan bimbingan yang sesuai dengan konteks lokal dan pemahaman fiqih yang lebih mendalam.
Studi Kasus Sederhana: Keluarga Pak Ahmad
Pak Ahmad ingin berkurban untuk almarhumah ibunya. Beliau datang ke panitia kurban di masjid dekat rumahnya.
"Pak, saya ingin berkurban seekor kambing," kata Pak Ahmad.
"Baik, atas nama siapa, Pak?" tanya panitia.
"Atas nama saya, Ahmad. Tapi saya niatkan pahalanya untuk almarhumah ibu saya, Fatimah," jawab Pak Ahmad.
Panitia mencatat nama Pak Ahmad sebagai *shahibul qurban* dan niat penghadiahan pahalanya. Kambing disembelih pada hari Idul Adha, dan dagingnya dibagikan sesuai ketentuan. Insya Allah, pahala kurban tersebut akan sampai kepada almarhumah Ibu Fatimah, dan Pak Ahmad pun mendapatkan pahala atas kurbannya.
Penutup: Kurban, Jembatan Kasih Sayang hingga Akhirat
Saudaraku sekalian, ibadah kurban adalah manifestasi kasih sayang dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Ketika kita melaksanakannya dengan niat tulus, termasuk berniat untuk menghadiahi pahalanya kepada orang-orang terkasih yang telah berpulang, maka ibadah ini menjadi jembatan yang menghubungkan kita dengan mereka, bahkan di alam sana.
**Hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal menurut NU** adalah sebuah kemudahan dan rahmat dari Allah SWT, yang memungkinkan kita untuk terus berbakti dan mengirimkan kebaikan kepada para pendahulu kita. Mari kita manfaatkan momen Idul Adha ini untuk memperbanyak amal shalih, meraih keberkahan, dan senantiasa mendoakan orang tua serta kerabat kita yang telah wafat. Semoga Allah SWT senantiasa menerima amal ibadah kita semua. Amin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Posting Komentar untuk "Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut NU"