Sejarah Tentang Pertama Kali Ibadah Qurban Disyariatkan oleh Allah SWT
Sejarah Tentang Pertama Kali Ibadah Qurban Disyariatkan oleh Allah SWT-Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Saudara-saudariku yang dirahmati Allah. Pernahkah terbersit di benak kita, mengapa setiap tahun kita umat Islam begitu antusias menyambut Idul Adha dengan melaksanakan ibadah qurban? Mengapa penyembelihan hewan ternak menjadi salah satu syiar agama yang begitu agung dan memiliki nilai historis yang mendalam? Mari kita telusuri bersama sejarah tentang pertama kali ibadah qurban disyariatkan oleh Allah SWT, sebuah kisah yang jauh lebih tua dari yang mungkin kita bayangkan, terukir dalam lembaran-lembaran sejarah kemanusiaan dan ajaran tauhid. Ini bukan sekadar tradisi tahunan, melainkan sebuah jejak ketakwaan, pengorbanan, dan kepasrahan total kepada Sang Pencipta yang telah ada sejak awal peradaban manusia berinteraksi dengan petunjuk ilahi. Mari kita pahami bersama agar ibadah kita semakin bermakna, dan bagi kita yang baru belajar agama, semoga artikel ini bisa menjadi panduan santai yang mudah dipahami dan memotivasi kita untuk semakin mencintai ajaran Islam dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendahuluan: Qurban, Jejak Ketakwaan Sejak Awal Peradaban
Ketika mendengar kata ‘qurban’, pikiran kita mungkin langsung tertuju pada perayaan Idul Adha, momen di mana umat Islam di seluruh dunia menyembelih hewan ternak untuk dibagikan kepada fakir miskin dan yang membutuhkan. Namun, tahukah Anda bahwa syariat qurban ini bukanlah sesuatu yang baru muncul di zaman Nabi Muhammad SAW? Justru, ia adalah salah satu bentuk ibadah tertua yang telah ada sejak manusia pertama menginjakkan kakinya di muka bumi. Inti dari qurban, yaitu mendekatkan diri kepada Allah melalui persembahan, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah spiritualitas manusia.
Qurban secara etimologi berarti ‘dekat’ atau ‘mendekatkan diri’. Dalam konteks syariat, ia adalah ibadah menyembelih hewan tertentu pada waktu tertentu dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai wujud ketaatan dan syukur atas nikmat-Nya. Lebih dari sekadar daging yang dibagikan, qurban adalah simbol pengorbanan, keikhlasan, dan kepedulian sosial yang telah diajarkan Allah sejak zaman para nabi terdahulu. Jadi, untuk memahami esensi qurban hari ini, kita perlu kembali ke hulu sejarahnya, menelusuri jejak-jejak pertama kali syariat ini diturunkan.
Baca Juga: sejarah ibadah kurban berkaitan dengan kisah nabi
Jejak Awal: Kisah Habil dan Qabil, Qurban Pertama dalam Sejarah Kemanusiaan
Mari kita mundur jauh ke masa lalu, ke permulaan kisah manusia di bumi. Kisah ini diriwayatkan dalam Al-Qur'an, Surah Al-Ma'idah ayat 27-31, tentang dua putra Nabi Adam AS: Habil dan Qabil. Inilah titik awal dari sejarah tentang pertama kali ibadah qurban disyariatkan oleh Allah SWT, jauh sebelum masa Nabi Ibrahim AS yang lebih populer dengan kisah qurbannya.
Menurut tafsir dan riwayat yang masyhur, Nabi Adam AS memiliki banyak anak. Suatu ketika, untuk menyelesaikan perselisihan di antara Habil dan Qabil terkait perjodohan (ada yang mengatakan tentang siapa yang berhak menikahi saudari kembar yang lebih cantik), Nabi Adam memerintahkan mereka untuk mempersembahkan qurban kepada Allah SWT. Ini adalah metode yang Allah ajarkan sebagai cara untuk meminta petunjuk dan menunjukkan keikhlasan hati.
Habil adalah seorang penggembala kambing. Ia memilih kambingnya yang paling gemuk, paling sehat, dan paling dicintai untuk dipersembahkan kepada Allah. Dengan hati yang tulus dan niat yang ikhlas, Habil meletakkan qurbannya di tempat yang ditentukan.
Sementara itu, Qabil adalah seorang petani. Ia memilih sebagian hasil panennya yang mungkin tidak terlalu bagus, atau bahkan cenderung kurang berkualitas, dan meletakkannya sebagai persembahan. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Qabil tidak ikhlas, bahkan mungkin ada rasa sombong dalam hatinya.
Kemudian, datanglah tanda dari Allah SWT tentang qurban mana yang diterima. Sebuah api dari langit turun dan melahap qurban milik Habil, sementara qurban milik Qabil tetap utuh. Ini adalah tanda jelas bahwa Allah SWT menerima persembahan Habil karena ketulusan niatnya, dan menolak persembahan Qabil karena kurangnya keikhlasan.
Pelajaran Berharga dari Kisah Habil dan Qabil:
Kisah ini mengajarkan beberapa poin penting yang menjadi dasar filosofi qurban hingga hari ini:
- Keikhlasan adalah Kunci: Allah SWT tidak melihat bentuk atau jumlah persembahan, melainkan kualitas hati dan niat di baliknya. Qurban Habil diterima bukan karena kambingnya lebih besar, tetapi karena ia mempersembahkan yang terbaik dengan hati yang ikhlas.
- Taqwa Sebagai Ukuran: Kisah ini menunjukkan bahwa penerimaan amal di sisi Allah SWT didasarkan pada taqwa (ketakutan dan ketaatan kepada Allah). Habil memiliki taqwa yang mendorongnya untuk memberikan yang terbaik, sementara Qabil tidak.
- Ujian Terhadap Ego dan Kesombongan: Qabil merasa iri dan dengki melihat qurban saudaranya diterima. Iri hati ini kemudian berubah menjadi amarah yang membutakan, dan ia pun membunuh Habil. Ini adalah pelajaran pahit tentang bahaya kesombongan, iri hati, dan ketidakmampuan menerima kebenaran.
- Konsekuensi Dosa: Pembunuhan Habil oleh Qabil adalah dosa pertama yang terjadi di muka bumi. Ini menunjukkan betapa seriusnya Allah memandang dosa, dan bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Melalui kisah tragis Habil dan Qabil ini, kita memahami bahwa syariat persembahan atau qurban telah menjadi bagian dari interaksi manusia dengan petunjuk ilahi sejak zaman awal, dengan penekanan kuat pada keikhlasan hati sebagai syarat utama penerimaan amal di sisi Allah.
Baca Juga: dalil qurban dalam Al-Qur’an dan Hadis
Lintasan Sejarah Para Nabi: Qurban sebagai Simbol Ketaatan
Setelah kisah Habil dan Qabil, syariat qurban ini tidak serta merta berhenti. Justru, konsep persembahan dan ketaatan ini terus berlanjut dalam sejarah kenabian, meskipun dengan bentuk dan konteks yang mungkin berbeda. Para nabi dan kaum mereka di masa lampau juga memiliki cara-cara tersendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui persembahan, sesuai dengan syariat yang diturunkan kepada mereka.
Misalnya, dalam berbagai riwayat dan kitab samawi, disebutkan bahwa umat-umat terdahulu juga mengenal persembahan kepada Tuhan mereka sebagai wujud syukur, penebusan dosa, atau memohon pertolongan. Ini menunjukkan bahwa gagasan tentang 'qurban' sebagai bentuk komunikasi dan ketaatan kepada Sang Pencipta adalah sesuatu yang universal dalam sejarah agama-agama tauhid.
Namun, titik kulminasi dan yang paling relevan dengan syariat qurban kita saat ini adalah kisah yang melibatkan seorang nabi agung, yang menjadi 'Bapak Para Nabi'.
Puncak Syariat Qurban: Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS
Jika kita bertanya kepada kebanyakan orang tentang asal-usul qurban, mereka pasti akan menyebut kisah Nabi Ibrahim AS. Memang benar, kisah inilah yang menjadi tonggak sejarah paling fundamental dalam syariat qurban yang kita jalankan di Idul Adha. Ini adalah kisah pengorbanan tertinggi, sebuah ujian iman yang mengguncang jiwa, dan menjadi penegasan kembali sejarah tentang pertama kali ibadah qurban disyariatkan oleh Allah SWT dalam bentuk yang lebih spesifik dan monumental.
Kisah ini dimulai ketika Nabi Ibrahim AS, setelah penantian panjang dan di usia senja, dianugerahi seorang putra yang sangat dicintai, Ismail AS, dari istrinya Hajar. Ismail tumbuh menjadi anak yang saleh dan patuh. Kebahagiaan Ibrahim AS bersama keluarganya begitu sempurna.
Namun, Allah SWT, dengan hikmah-Nya yang tak terhingga, menguji keimanan Nabi Ibrahim AS dengan ujian yang paling berat. Suatu malam, Nabi Ibrahim AS bermimpi bahwa ia diperintahkan untuk menyembelih putra semata wayangnya, Ismail AS. Mimpi seorang nabi adalah wahyu. Ini adalah perintah langsung dari Allah.
Bayangkan perasaan Nabi Ibrahim AS. Seorang ayah yang sangat mencintai putranya, yang telah lama ia nantikan, kini diperintahkan untuk mengorbankan buah hatinya sendiri. Ini adalah ujian terbesar bagi ketaatan dan cintanya kepada Allah SWT. Apakah ia akan lebih mencintai anaknya daripada Tuhannya?
Dengan hati yang berat namun penuh kepasrahan, Nabi Ibrahim AS menyampaikan mimpi itu kepada putranya. "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" (QS. As-Saffat: 102).
Respons Nabi Ismail AS sungguh luar biasa. Ia adalah seorang anak yang saleh dan berbakti, hasil didikan seorang ayah yang taat. Tanpa sedikit pun keraguan, ia menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. As-Saffat: 102).
Jawaban Ismail menunjukkan tingkat ketaatan dan ketenangan yang luar biasa. Ia memahami bahwa perintah ini datang dari Allah, dan ketaatan kepada Allah adalah prioritas utama, bahkan melebihi nyawanya sendiri.
Maka berangkatlah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ke tempat yang telah ditentukan. Nabi Ibrahim AS mempersiapkan diri untuk melaksanakan perintah itu. Saat ia akan menyembelih Ismail, tiba-tiba terdengar seruan dari Allah SWT:
"Wahai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS. As-Saffat: 104-107).
Atas kehendak Allah SWT, Nabi Ibrahim AS diganti dengan seekor domba (atau kambing besar, riwayat berbeda menyebutkan domba atau biri-biri) yang gemuk dan sehat sebagai tebusan. Perintah penyembelihan putranya dibatalkan, diganti dengan penyembelihan hewan ternak.
Baca Juga: Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban Menurut Muhammadiyah
Makna dan Filosofi di Balik Pengorbanan Ibrahim:
Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ini memiliki makna yang sangat mendalam dan menjadi dasar syariat qurban yang kita laksanakan hingga kini:
- Ketaatan Mutlak kepada Allah: Ini adalah puncak ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim AS rela mengorbankan sesuatu yang paling ia cintai demi memenuhi perintah Allah, tanpa mempertanyakan atau meragukan.
- Keikhlasan dan Penyerahan Diri: Ketaatan Ibrahim dan Ismail menunjukkan tingkat keikhlasan dan penyerahan diri (Islam) yang sempurna kepada kehendak Allah. Mereka tidak mencari keuntungan duniawi atau pujian manusia.
- Ujian Iman yang Sesungguhnya: Allah menguji hamba-Nya untuk melihat seberapa besar iman dan kecintaan mereka kepada-Nya. Ujian ini bukan untuk menyiksa, melainkan untuk mengangkat derajat hamba dan menunjukkan keagungan Allah.
- Penggantian dengan yang Lebih Baik: Allah tidak akan pernah menzalimi hamba-Nya. Ketika seorang hamba menunjukkan ketaatan dan pengorbanan tertinggi, Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah janji Allah bagi orang-orang yang beriman.
- Simbol Pengorbanan Hawa Nafsu: Dalam konteks modern, kisah ini dimaknai sebagai perintah untuk "menyembelih" atau mengorbankan hawa nafsu, ego, dan segala sesuatu yang menghalangi kita untuk taat sepenuhnya kepada Allah. Hewan qurban menjadi simbol dari pengorbanan tersebut.
- Pelajaran Tentang Keteguhan Hati: Nabi Ibrahim AS menunjukkan keteguhan hati yang luar biasa dalam menghadapi ujian yang teramat berat. Kisahnya menjadi inspirasi bagi umat manusia sepanjang zaman untuk tetap teguh di jalan kebenaran, meskipun menghadapi rintangan besar.
Transformasi Ibadah Qurban di Era Nabi Muhammad SAW: Dari Sejarah Menjadi Syiar
Seiring berjalannya waktu dan diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, syariat qurban kembali ditegaskan dan disempurnakan. Kisah Nabi Ibrahim AS menjadi inspirasi dan dasar hukum untuk syariat qurban yang kita kenal sekarang. Nabi Muhammad SAW mengajarkan dan mempraktikkan ibadah qurban sebagai bagian dari syiar Islam, khususnya pada perayaan Idul Adha yang bertepatan dengan musim haji.
Qurban di zaman Nabi Muhammad SAW menjadi ibadah tahunan yang sangat dianjurkan (sunnah muakkadah) bagi umat Islam yang mampu. Ia tidak hanya bermakna simbolis pengorbanan dan ketaatan kepada Allah, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang sangat kuat. Daging qurban didistribusikan kepada fakir miskin, tetangga, dan sanak saudara, sehingga menciptakan solidaritas dan kepedulian dalam masyarakat. Ini adalah implementasi nyata dari ajaran Islam tentang berbagi dan membantu sesama.
Dengan demikian, sejarah tentang pertama kali ibadah qurban disyariatkan oleh Allah SWT tidak hanya berhenti pada kisah-kisah kuno, tetapi terus berevolusi menjadi praktik ibadah yang relevan dan sarat makna hingga hari ini, menjadi salah satu pilar penting dalam perayaan Idul Adha.
Baca Juga: Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban, Doa, serta Rukunnya
Qurban Hari Ini: Mengapa Kita Melakukannya?
Memahami akar sejarah qurban, dari kisah Habil dan Qabil hingga Nabi Ibrahim AS, membuat kita menyadari betapa agungnya ibadah ini. Ini bukan sekadar rutinitas atau tren, melainkan sebuah ibadah yang memiliki akar historis dan spiritual yang sangat dalam.
Beberapa alasan mengapa kita sebagai umat Muslim melaksanakan ibadah qurban hingga hari ini:
- Mengikuti Sunnah dan Syariat: Kita berqurban untuk mengikuti sunnah Nabi Ibrahim AS yang dihidupkan kembali oleh Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bentuk ketaatan kita terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.
- Wujud Syukur kepada Allah: Qurban adalah salah satu cara kita bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah berikan. Dengan berbagi sebagian dari rezeki kita, kita mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya.
- Menebar Kebaikan dan Kepedulian Sosial: Daging qurban yang dibagikan kepada fakir miskin, kaum dhuafa, dan masyarakat sekitar adalah bentuk nyata kepedulian sosial. Ia membantu meringankan beban mereka dan menciptakan ikatan silaturahim.
- Mendidik Diri untuk Berkorban: Melaksanakan qurban melatih kita untuk berkorban, baik waktu, tenaga, maupun harta. Ini adalah latihan untuk melepaskan keterikatan terhadap dunia dan mengutamakan ketaatan kepada Allah.
- Membersihkan Harta dan Diri: Qurban juga diyakini dapat membersihkan harta dari hal-hal yang tidak baik dan menyucikan diri dari dosa-dosa kecil.
- Menjaga Tradisi Mulia: Dengan berqurban, kita turut melestarikan salah satu syiar Islam yang telah ada sejak zaman para nabi, menghubungkan kita dengan mata rantai sejarah ketakwaan.
Solusi Praktis: Panduan Berqurban untuk Pemula
Bagi Anda yang baru belajar agama atau belum pernah berqurban, jangan khawatir! Prosesnya tidak serumit yang dibayangkan. Ini adalah ibadah yang bisa dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan finansial.
Berikut adalah beberapa poin penting dan langkah-langkah sederhana untuk Anda yang ingin mulai berqurban:
- Niat yang Ikhlas: Ingatlah pelajaran dari Habil dan Qabil. Niatkan qurban Anda semata-mata karena Allah, untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mengharap ridha-Nya. Bukan karena pamer, ingin dipuji, atau sekadar ikut-ikutan.
- Pilih Hewan Qurban yang Sesuai Syariat:
- Jenis Hewan: Kambing/domba (untuk 1 orang), sapi/kerbau (untuk maksimal 7 orang), atau unta (untuk maksimal 10 orang).
- Umur Hewan: Kambing/domba minimal 1 tahun, sapi/kerbau minimal 2 tahun, unta minimal 5 tahun.
- Kondisi Hewan: Harus sehat, tidak cacat (tidak buta, pincang parah, sakit parah, atau terlalu kurus).
- Waktu Penyembelihan: Setelah shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) hingga terbenam matahari pada hari Tasyrik terakhir (13 Dzulhijjah). Waktu terbaik adalah setelah shalat Id.
- Penyaluran Daging:
- Sepertiga untuk Pekurban: Anda boleh mengambil sepertiga dari daging qurban Anda (terutama bagian yang dimasak untuk keluarga).
- Sepertiga untuk Tetangga/Teman: Bagikan kepada tetangga, teman, dan kerabat, meskipun mereka mampu. Ini untuk mempererat silaturahim.
- Sepertiga untuk Fakir Miskin: Ini adalah bagian terpenting dari tujuan sosial qurban, untuk membantu mereka yang membutuhkan.
- Memilih Penyelenggara Qurban: Jika Anda tidak bisa menyembelih sendiri, serahkan kepada panitia qurban masjid, lembaga amil zakat, atau organisasi Islam yang terpercaya. Pastikan mereka memiliki rekam jejak yang baik dalam penyaluran.
- Anggaran: Tentukan anggaran Anda dan pilih hewan qurban yang sesuai. Tidak perlu memaksakan diri melebihi kemampuan. Ingat, yang terpenting adalah keikhlasan dan ketaatan.
Poin-Poin Penting yang Perlu Diingat
- Qurban adalah ibadah yang sangat dianjurkan dan memiliki akar sejarah yang mendalam dalam Islam.
- Kisah Habil dan Qabil mengajarkan pentingnya keikhlasan dalam beramal.
- Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail adalah puncak dari pengorbanan dan ketaatan mutlak kepada Allah, serta menjadi dasar syariat qurban Idul Adha.
- Qurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi juga tentang "menyembelih" hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah.
- Dimensi sosial qurban sangat kuat, yaitu berbagi kepada sesama dan mempererat tali silaturahim.
- Berqurban adalah wujud syukur, ketaatan, dan kepedulian sosial.
Kesimpulan: Qurban, Pengorbanan yang Abadi
Setelah menyusuri jejak panjang sejarah tentang pertama kali ibadah qurban disyariatkan oleh Allah SWT, kita dapat melihat bahwa qurban adalah sebuah ibadah yang penuh makna dan hikmah. Ia mengajarkan kita tentang keikhlasan, ketaatan, pengorbanan, dan kepedulian sosial. Dari persembahan Habil yang tulus hingga pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang heroik, qurban telah menjadi jembatan spiritual yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta, serta antarsesama manusia.
Qurban adalah investasi akhirat yang tak ternilai harganya. Ia bukan sekadar ritual tahunan, tetapi sebuah panggilan untuk merefleksikan kembali seberapa besar cinta dan ketaatan kita kepada Allah. Semoga dengan memahami latar belakang dan makna mendalam di balik ibadah qurban, kita semakin termotivasi untuk melaksanakannya dengan sepenuh hati, sehingga setiap tetes darah hewan qurban dan setiap potong daging yang kita bagikan menjadi saksi atas ketakwaan kita di hadapan Allah SWT. Mari kita jadikan qurban sebagai momentum untuk meningkatkan keimanan, menumbuhkan kepedulian, dan mempererat tali persaudaraan, demi meraih ridha Allah di dunia dan akhirat. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Posting Komentar untuk "Sejarah Tentang Pertama Kali Ibadah Qurban Disyariatkan oleh Allah SWT"