Amalan Rabu Terakhir Bulan Safar: Apa Itu Rebo Wekasan, Pandangan Ulama Dan amalan yang Dianjurkan

Amalan-Rabu-Terakhir-Bulan-Safar

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.Bulan Safar kembali menyapa, dan bersamaan dengannya, muncullah pertanyaan yang seringkali mengusik: apakah ada amalan khusus di hari Rabu terakhir bulan Safar? Pertanyaan ini bukanlah hal baru. Sejak zaman dahulu, berbagai tradisi dan keyakinan telah berkembang di tengah masyarakat Muslim, sebagian mengaitkan hari ini dengan mitos turunnya bala atau kesialan. Namun, sebagai seorang Muslim, sudah seharusnya kita menyikapi setiap tradisi dengan kacamata syariat, menimbang segala sesuatu berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah ﷺ.

Artikel ini akan mengupas tuntas tentang fenomena yang dikenal dengan istilah "Rebo Wekasan" atau amalan Rabu terakhir bulan Safar. Kita akan telusuri dari mana tradisi ini berasal, bagaimana pandangan ulama mengenai amalan-amalan yang sering dikaitkan dengannya, serta amalan apa saja yang sebenarnya dianjurkan dalam Islam untuk menyikapi bulan dan hari apa pun. Mari kita luruskan niat, dalam rangka mencari ilmu yang benar dan berpegang teguh pada ajaran Islam yang murni, karena hanya dengan begitu kita akan menemukan ketenangan dan keberkahan, bukan dengan mengikuti mitos atau tradisi yang tidak berdasar. Di akhir artikel ini, kita akan mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang apa sebenarnya hakikat dari amalan Rabu terakhir bulan Safar dan bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah dengan penuh keyakinan dan tawakal.

Daftar Isi

  1. Apa Itu Rebo Wekasan dan Asal Usulnya?
  2. Mitos-mitos Seputar Bulan Safar dan Penolakan dari Syariat
  3. Amalan-amalan Tradisional di Rabu Terakhir Bulan Safar
  4. Pandangan Ulama Mengenai Amalan di Rabu Terakhir Bulan Safar
  5. Amalan-amalan yang Dianjurkan untuk Menghadapi Segala Musibah
  6. Kisah dan Hikmah: Menguatkan Tawakal dan Iman
  7. Kesimpulan
  8. Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)

Apa Itu Rebo Wekasan dan Asal Usulnya?

Istilah "Rebo Wekasan" secara harfiah berasal dari bahasa Jawa, "Rebo" artinya Rabu, dan "Wekasan" artinya terakhir. Jadi, Rebo Wekasan adalah hari Rabu terakhir dalam bulan Safar. Tradisi ini sangat populer di kalangan masyarakat Jawa dan beberapa daerah lain di Nusantara. Keyakinan yang melingkupinya adalah bahwa pada hari ini, Allah ﷻ akan menurunkan 320.000 macam bala atau musibah ke dunia. Oleh karena itu, masyarakat lantas melakukan berbagai ritual atau amalan untuk menolak bala tersebut, yang dikenal sebagai amalan tolak bala Rabu terakhir.

Dari mana keyakinan ini berasal? Setelah ditelusuri, sebagian besar ulama menyatakan bahwa keyakinan ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat Islam. Tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur'an, hadis sahih, atau atsar dari para sahabat yang menyebutkan tentang adanya hari atau bulan yang membawa kesialan. Keyakinan ini lebih mirip dengan tradisi lokal yang berkembang dari cerita turun-temurun, yang bisa jadi dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan pra-Islam yang masih melekat.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi'i, dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim, beliau dengan tegas menolak adanya kesialan pada bulan Safar. Beliau menjelaskan bahwa keyakinan seperti ini adalah bagian dari takhayul dan khurafat yang dilarang dalam Islam. Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu, baik itu kebaikan maupun keburukan, terjadi atas takdir dan izin Allah ﷻ, dan tidak ada satu pun makhluk atau waktu yang memiliki kekuatan untuk mendatangkan manfaat atau mudarat kecuali atas kehendak-Nya.


Mitos-mitos Seputar Bulan Safar dan Penolakan dari Syariat

Sebelum kita membahas amalan, penting untuk meluruskan dulu pandangan tentang bulan Safar itu sendiri. Di masa Jahiliyah, bangsa Arab memiliki keyakinan yang keliru tentang bulan Safar. Mereka menganggap Safar sebagai bulan yang penuh kesialan, sehingga mereka tidak mau melakukan pernikahan, bepergian jauh, atau memulai usaha pada bulan ini. Mereka bahkan menunda bulan Muharram ke bulan Safar untuk menggenapi bulan-bulan haram, sebuah praktik yang dilarang keras dalam Islam.

Nabi Muhammad ﷺ datang untuk menghancurkan semua keyakinan takhayul ini. Beliau bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

"Tidak ada penularan (penyakit menular tanpa izin Allah), tidak ada kesialan pada burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Safar, dan tidak ada kesialan pada tempat (rumah) tertentu." (HR. Al-Bukhari & Muslim)

Hadis ini adalah landasan utama yang harus kita pegang. Jelas sekali bahwa Nabi ﷺ menafikan adanya kesialan pada bulan Safar. Beliau mengajarkan kita untuk tidak percaya pada ramalan, primbon, atau mitos apa pun yang mengaitkan waktu, tempat, atau benda dengan nasib baik atau buruk. Semua itu adalah bentuk syirik kecil yang dapat merusak akidah seorang Muslim.

Jika kita meyakini ada hari atau bulan yang membawa kesialan, berarti kita telah meragukan takdir Allah ﷻ. Padahal, Allah ﷻ telah berfirman dalam Al-Qur'an, surat At-Taubah ayat 51:

"Katakanlah (Muhammad), 'Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah-lah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal.'"

Ayat ini menegaskan bahwa segala musibah yang menimpa kita adalah ketetapan dari Allah ﷻ. Sikap yang benar bukanlah dengan takut pada hari tertentu, melainkan dengan menguatkan tawakal dan keimanan kepada-Nya. Menguatkan tawakal adalah kunci untuk menghadapi segala ujian hidup.


Amalan-amalan Tradisional di Rabu Terakhir Bulan Safar

Karena adanya keyakinan akan turunnya bala, masyarakat lantas menginisiasi beberapa amalan. Amalan-amalan ini bervariasi, namun yang paling sering dijumpai adalah:

  1. Shalat Tolak Bala: Shalat sunnah yang dikerjakan pada pagi hari di Rabu terakhir Safar dengan niat khusus untuk menolak bala. Jumlah rakaatnya bervariasi, ada yang 4 rakaat, ada juga yang lebih. Setelah shalat, biasanya dilanjutkan dengan membaca doa-doa khusus.
  2. Menulis Rajah atau Jimat: Sebagian orang menulis ayat-ayat Al-Qur'an atau doa pada lembaran kertas atau kulit, lalu merendamnya ke dalam air. Air tersebut kemudian diminum atau diusap ke tubuh dengan harapan dapat menolak musibah.
  3. Bersedekah Khusus: Mengeluarkan sedekah dengan keyakinan bahwa sedekah di hari itu memiliki keutamaan khusus untuk menolak bala.
  4. Mandi Khusus: Sebagian masyarakat meyakini bahwa mandi di hari itu dapat membersihkan diri dari bala atau kesialan.

Dari semua amalan di atas, yang paling sering dibahas oleh ulama adalah shalat tolak bala. Para ulama dari berbagai mazhab, baik dari kalangan ulama klasik maupun kontemporer, telah memberikan fatwa mengenai hal ini. Mereka sepakat bahwa tidak ada shalat sunnah yang bernama shalat tolak bala, apalagi yang dikhususkan pada Rabu terakhir bulan Safar. Shalat sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ adalah shalat Dhuha, Tahajud, Hajat, Istikharah, dan lain-lain. Jika seseorang menciptakan shalat baru dengan niat dan waktu yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi ﷺ, maka shalat tersebut termasuk dalam kategori bid'ah, yang mana Nabi ﷺ telah mengingatkan:

"Barangsiapa yang mengada-adakan (sesuatu) dalam urusan kami ini (agama), yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak." (HR. Muslim)

Begitu pula dengan amalan-amalan lain seperti menulis rajah atau jimat. Imam Ibnu Taimiyah, salah satu ulama terkemuka, sangat menentang praktik-praktik semacam ini. Beliau menjelaskan bahwa jimat-jimat semacam itu tidak memiliki dasar dalam Islam dan justru dapat menjatuhkan seseorang ke dalam syirik. Kekuatan untuk menolak bala hanya ada pada Allah ﷻ semata, bukan pada tulisan, air, atau benda apa pun.

Lalu, bagaimana dengan sedekah dan doa? Tentu saja sedekah dan doa adalah amalan mulia yang dianjurkan dalam Islam. Namun, mengkhususkan sedekah atau doa pada Rabu terakhir bulan Safar dengan keyakinan bahwa hari itu membawa kesialan adalah sesuatu yang tidak tepat. Kita dianjurkan untuk memperbanyak sedekah dan doa setiap saat, tidak hanya pada hari-hari tertentu yang dikhususkan tanpa dalil. Keutamaan sedekah sangatlah besar, namun bukan karena adanya mitos kesialan.


Pandangan Ulama Mengenai Amalan di Rabu Terakhir Bulan Safar

Untuk melengkapi pemahaman kita, mari kita lihat beberapa pandangan dari para ulama terkemuka mengenai amalan Rabu terakhir bulan Safar. Mereka semua sepakat bahwa tradisi ini tidak memiliki dasar yang sahih dalam syariat.

Ulama Salaf (Generasi Terdahulu)

Sebagaimana yang telah disebutkan, Imam Nawawi (w. 676 H) dalam Syarah Shahih Muslim dan Imam Ibnu Taimiyah (w. 728 H) dalam berbagai fatwanya menolak keyakinan adanya kesialan pada bulan Safar. Mereka menegaskan bahwa hal tersebut bertentangan dengan akidah tawakal dan keimanan kepada takdir Allah ﷻ.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menentang keras praktik syirik dan bid'ah. Beliau menjelaskan bahwa mengkhususkan ibadah pada waktu atau tempat tertentu tanpa ada dasar syar'i adalah bentuk bid'ah. Bid'ah adalah perbuatan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat, dan setiap bid'ah akan tertolak.

Ulama Nusantara

Tidak hanya ulama Timur Tengah, ulama-ulama Nusantara juga banyak yang menentang tradisi Rebo Wekasan. Misalnya, Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari (w. 1812 M), seorang ulama besar dari Kalimantan Selatan, dalam kitabnya Sabilal Muhtadin beliau menjelaskan pentingnya mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah. Beliau tidak pernah mengajarkan adanya amalan khusus di bulan Safar.

Selain itu, KH. Hasyim Asy'ari (w. 1947 M), pendiri Nahdlatul Ulama, juga menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah. Beliau dan para ulama NU lainnya menolak praktik-praktik yang tidak sesuai dengan syariat. Fatwa-fatwa dari ulama-ulama kontemporer dari MUI dan ormas-ormas Islam lainnya juga sepakat bahwa ritual Rebo Wekasan adalah tradisi yang tidak memiliki dasar syar'i.

Bahkan, ada cerita yang beredar di kalangan ulama bahwa tradisi ini berawal dari seorang ulama di Jawa yang mencoba memberikan solusi praktis bagi masyarakat yang ketakutan akan datangnya bala. Beliau menyusun shalat dan doa dengan niat baik, namun tanpa disadari hal itu justru menjadi tradisi yang mengkhawatirkan karena tidak memiliki dasar dari Al-Qur'an dan Sunnah. Pada akhirnya, amalan tersebut lebih menyerupai bid'ah yang harus dihindari.


Amalan-amalan yang Dianjurkan untuk Menghadapi Segala Musibah

Lantas, jika tradisi Rebo Wekasan tidak dianjurkan, amalan apa yang seharusnya kita lakukan? Allah ﷻ telah memberikan kita jalan yang terang untuk menghadapi segala musibah. Amalan-amalan ini berlaku setiap saat, tidak hanya di hari atau bulan tertentu.

1. Menguatkan Iman dan Tawakal

Inilah amalan yang paling fundamental. Percayalah bahwa segala sesuatu datang dari Allah ﷻ. Jika ada musibah, itu adalah ujian dari-Nya untuk menguji keimanan kita. Jika ada nikmat, itu adalah anugerah dari-Nya. Dengan tawakal, hati kita akan tenang dan tidak mudah cemas. Bacalah doa-doa tawakal dan mintalah perlindungan hanya kepada-Nya.

2. Berdoa dan Berzikir

Doa adalah senjata ampuh seorang Muslim. Rasulullah ﷺ mengajarkan banyak doa tolak bala dan doa selamat yang bisa kita baca setiap hari. Contohnya:

  • Doa Pagi dan Petang: "Bismillahi alladzi laa yadhurru ma'asmihi syai'un fil ardhi wa laa fis samaa'i wa huwas samii'ul 'aliim." (Dengan nama Allah yang bersama nama-Nya, tidak ada sesuatu pun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
  • Doa saat keluar rumah: "Bismillahi tawakkaltu 'alallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah." (Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada-Nya. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.)

Perbanyaklah zikir, terutama zikir pagi dan petang, karena zikir adalah benteng bagi jiwa dan raga dari segala macam keburukan.

3. Bersedekah

Sedekah adalah amalan yang sangat luar biasa. Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya sedekah itu dapat memadamkan kemurkaan Rabb dan menolak kematian yang buruk." (HR. At-Tirmidzi). Jadi, jangan tunggu Rabu terakhir bulan Safar untuk bersedekah. Bersedekahlah setiap hari, semampu kita, karena sedekah memiliki kekuatan untuk menolak musibah dan mendatangkan keberkahan. Artikel lain yang bisa Anda baca.

4. Memperbanyak Istighfar dan Kembali kepada Allah

Seringkali musibah datang sebagai akibat dari dosa-dosa kita. Dengan memperbanyak istighfar (memohon ampun kepada Allah) dan bertaubat, kita memohon agar dosa-dosa kita diampuni dan musibah diangkat dari kita. Allah ﷻ berfirman dalam surat Nuh ayat 10-12:

"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'"

Ayat ini menunjukkan bahwa istighfar adalah kunci dari segala kebaikan, termasuk terhindarnya kita dari kesulitan hidup.

5. Menjaga Shalat Lima Waktu

Shalat adalah tiang agama. Menjaga shalat lima waktu adalah benteng terkuat bagi seorang Muslim. Shalat dapat mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar, dan dengan shalat pula kita bisa mendapatkan pertolongan dari Allah ﷻ.


Kisah dan Hikmah: Menguatkan Tawakal dan Iman

Mari kita renungkan sebuah kisah. Ada seorang petani yang sangat saleh. Suatu hari, ladangnya diserang hama. Semua petani lain panik dan melakukan berbagai ritual untuk mengusir hama. Namun, petani ini hanya berdiam diri, membersihkan musholla, dan shalat malam. Petani lain heran, "Kenapa kamu tidak melakukan apa-apa untuk mengusir hama?"

Petani itu menjawab, "Aku tahu Allah ﷻ yang mengirim hama ini. Jika Dia ingin mencabutnya, Dia akan mencabutnya. Tugas saya adalah meminta kepada-Nya dan memperbaiki diri saya." Malam itu, ia shalat, berzikir, dan memohon ampun kepada Allah. Besoknya, angin kencang datang dan hama-hama itu lenyap. Sementara ladang petani lain tetap rusak.

Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya tawakal. Kekuatan kita bukanlah pada ritual yang tidak berdasar, melainkan pada keyakinan kita kepada Allah ﷻ. Apabila kita yakin bahwa segala musibah datang dari-Nya, maka solusi terbaik adalah kembali kepada-Nya, bukan kepada mitos atau tradisi. Itulah hakikat dari keimanan yang sesungguhnya.

Fenomena amalan Rabu terakhir bulan Safar adalah pengingat bagi kita semua untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Islam tidak mengajarkan kita untuk takut pada hari, bulan, atau waktu apa pun. Sebaliknya, Islam mengajarkan kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap langkah, karena musibah bisa datang kapan saja, dan pertolongan Allah ﷻ juga bisa datang kapan saja.

Sikap terbaik kita adalah menjadikan setiap hari, setiap bulan, sebagai ladang untuk beramal shaleh, bukan ladang untuk takut dan khawatir. Jangan biarkan mitos dan takhayul merusak akidah kita. Mari kita terus belajar, memperbaiki diri, dan memperkuat hubungan kita dengan Allah ﷻ.


Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa tradisi amalan Rabu terakhir bulan Safar, termasuk shalat tolak bala dan ritual lainnya, tidak memiliki dasar yang sahih dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Keyakinan bahwa bulan Safar adalah bulan sial atau hari Rabu terakhirnya membawa musibah adalah mitos yang bertentangan dengan ajaran Islam. Para ulama dari berbagai mazhab dan generasi, baik dari kalangan Salaf maupun kontemporer, telah sepakat menolak tradisi ini.

Sebagai seorang Muslim, sikap yang benar adalah tidak mengkhususkan ibadah pada hari atau bulan tertentu tanpa dalil syar'i. Sebaliknya, kita harus memperbanyak amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh syariat, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan memperkuat tawakal kepada Allah ﷻ, setiap saat. Inilah jalan yang lurus dan benar untuk menghadapi segala musibah dan ujian hidup. Teruslah pegang teguh Al-Qur'an dan Sunnah, karena di situlah ketenangan dan keberkahan yang hakiki berada. Ingatlah, bahwa tidak ada amalan Rabu terakhir bulan Safar yang khusus, melainkan hanya amalan-amalan yang biasa kita lakukan dan perbanyak.


Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)

1. Apa itu Rebo Wekasan?

Rebo Wekasan adalah sebutan untuk hari Rabu terakhir dalam bulan Safar, yang diyakini oleh sebagian masyarakat membawa musibah atau bala. Keyakinan ini tidak memiliki dasar dalam Islam.

2. Apakah shalat tolak bala itu bid'ah?

Iya, shalat tolak bala yang dikhususkan pada Rabu terakhir bulan Safar adalah bid'ah. Tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur'an atau hadis sahih yang menganjurkan shalat tersebut.

3. Apakah ada amalan khusus di bulan Safar?

Tidak ada amalan khusus yang dianjurkan di bulan Safar. Amalan yang kita lakukan di bulan ini sama dengan amalan di bulan-bulan lainnya, seperti shalat, puasa sunnah, membaca Al-Qur'an, dan berzikir.

4. Bagaimana cara menolak bala dalam Islam?

Cara menolak bala dalam Islam adalah dengan memperbanyak doa, berzikir, bersedekah, bertaubat, dan memperkuat tawakal kepada Allah ﷻ. Doa dan sedekah adalah perisai yang paling ampuh.

5. Apakah boleh menikah di bulan Safar?

Boleh, bahkan dianjurkan jika sudah waktunya. Mitos bahwa menikah di bulan Safar akan membawa kesialan adalah keyakinan Jahiliyah yang telah dihapus oleh Islam.

6. Kenapa banyak ulama menolak amalan ini?

Para ulama menolak amalan ini karena khawatir amalan tersebut dapat mengikis akidah tawakal dan menjerumuskan umat ke dalam bid'ah dan takhayul yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.

LihatTutupKomentar