Apakah Daging Kurban Diperbolehkan Dijual untuk Membeli Beras atau Barang yang Lebih Penting? Ini Penjelasan Lengkapnya!
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Saudaraku sekalian yang dirahmati Allah. Nah, ini dia nih, pertanyaan yang sering banget muncul jelang Idul Adha, dan memang penting kita bahas tuntas: Apakah daging kurban diperbolehkan dijual dengan alasan untuk membeli beras atau barang yang lebih penting? Pertanyaan ini, Saudaraku, menyangkut ibadah mulia yang kita cintai, yaitu kurban. Jadi, mari kita duduk santai, seruput kopinya (kalau ada), dan kita bedah bersama persoalan ini dengan hati yang lapang dan pikiran yang jernih, Insya Allah. Jangan khawatir, saya akan coba sampaikan dengan bahasa yang mudah dicerna, biar kita semua, terutama yang baru semangat belajar agama, bisa langsung paham dan, yang lebih penting, bisa mengamalkannya dengan benar. Ingat ya, inti dari persoalan apakah daging kurban diperbolehkan dijual dengan alasan untuk membeli beras atau barang yang lebih penting ini adalah pemahaman yang benar tentang hakikat kurban itu sendiri dan bagaimana syariat mengaturnya.
Sebelum jauh melangkah, kita samakan dulu frekuensi kita tentang apa itu kurban. Kurban itu bukan sekadar potong hewan lalu bagi-bagi daging, lho. Lebih dalam dari itu, kurban adalah bentuk taqarrub, cara kita mendekatkan diri kepada Allah SWT, meneladani ketaatan Nabi Ibrahim AS dan keikhlasan Nabi Ismail AS. Dagingnya itu simbol, simbol dari kerelaan kita berbagi, simbol dari rasa syukur kita atas nikmat Allah.
Baiklah, mari kita masuk ke inti persoalan yang sering menjadi dilema di masyarakat.
Dilema Penjualan Daging Kurban: Bolehkah Demi Kebutuhan Pokok?
Ketika kita bertanya, apakah daging kurban diperbolehkan dijual dengan alasan untuk membeli beras atau barang yang lebih penting?, kita perlu membedakan dulu nih, siapa yang menjual dan untuk siapa hasil penjualannya. Ini kunci pentingnya, Saudaraku.
1. Bagi Shohibul Kurban (Orang yang Berkurban): Haram Menjual!
Nah, ini yang harus kita pegang erat-erat. Para ulama sepakat, bagi orang yang berkurban (shohibul kurban), hukumnya haram menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya, baik itu daging, kulit, kepala, kaki, atau lainnya. Kenapa begitu, Kyai?
- Niat Ibadah Murni: Kurban itu niatnya untuk Allah, sebagai ibadah. Kalau dijual, esensi ibadahnya jadi tercederai, seolah-olah kita mengambil kembali apa yang sudah kita niatkan untuk Allah. Ibaratnya, kita sedekah, eh, barang sedekahnya kita jual lagi. Kan kurang elok, ya?
- Bukan Transaksi Komersial: Hewan kurban yang sudah disembelih itu bukan lagi barang dagangan bagi si shohibul kurban. Ia sudah menjadi milik Allah yang didistribusikan sesuai syariat.
- Dalil yang Tegas: Ada hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku mensedekahkan dagingnya, kulitnya, dan pakaiannya (yang dikenakan pada unta). Beliau memerintahkanku untuk tidak memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain juga disebutkan larangan menjual kulit hewan kurban. Jika kulit saja dilarang, apalagi dagingnya yang merupakan inti dari kurban itu sendiri.
Jadi, kalau Anda sebagai shohibul kurban, kemudian berpikir, "Wah, daging bagian saya ini kalau dijual bisa buat beli beras seminggu," maka tahan dulu niat itu, Saudaraku. Bagian untuk Anda itu haknya untuk dikonsumsi, dinikmati bersama keluarga, atau dihadiahkan kepada tetangga dan kerabat.
Baca Juga: Apakah Boleh Menjual Daging Kurban Menurut Islam
2. Bagi Penerima Daging Kurban (Fakir Miskin): Boleh Menjual!
Nah, ini dia titik terangnya! Di sinilah letak keindahan dan kemudahan syariat Islam. Jika daging kurban tersebut sudah diterima oleh fakir miskin, maka daging itu sepenuhnya menjadi hak milik mereka (tamlik). Artinya, mereka bebas mau diapakan daging tersebut.
- Kepemilikan Sempurna: Setelah diterima, status daging bagi si fakir miskin berubah. Bukan lagi "daging kurban" dalam konteks ibadah si pengkurban, tapi sudah menjadi harta milik si penerima.
- Memenuhi Kebutuhan Lebih Mendesak: Jika si fakir miskin ini merasa bahwa menjual sebagian atau seluruh daging kurban yang diterimanya lebih bermanfaat untuk membeli kebutuhan pokok lain yang lebih mendesak, seperti beras, minyak, gula, atau biaya sekolah anak, maka itu diperbolehkan.
- Tujuan Sedekah Tercapai: Tujuan dari pembagian daging kurban kepada fakir miskin adalah untuk membantu meringankan beban mereka dan memberikan kebahagiaan. Jika dengan menjualnya kebutuhan mereka lebih terpenuhi, maka tujuan itu tetap tercapai, bahkan mungkin lebih optimal.
Misalnya begini, Pak Bejo, seorang fakir miskin, menerima 2 kg daging kurban. Di rumah, anak-anaknya butuh beras untuk makan beberapa hari ke depan, dan uang sama sekali tidak ada. Dalam kondisi ini, Pak Bejo boleh menjual daging kurban tersebut untuk membeli beras. Ini lebih maslahat baginya.
Mengurai Lebih Jauh: Apakah daging kurban diperbolehkan dijual dengan alasan untuk membeli beras atau barang yang lebih penting?
Jadi, jawaban atas pertanyaan apakah daging kurban diperbolehkan dijual dengan alasan untuk membeli beras atau barang yang lebih penting? itu sangat tergantung pada status orang yang hendak menjualnya.
- Shohibul Kurban: Tidak boleh. Solusinya adalah niatkan bagiannya untuk dikonsumsi atau dihadiahkan. Jika memang butuh uang, carilah dari sumber lain yang halal.
- Penerima (Fakir Miskin): Boleh. Ini adalah hak mereka sepenuhnya atas barang yang telah mereka terima sebagai sedekah.
Bagaimana dengan Panitia Kurban?
Panitia kurban, dalam hal ini, bertindak sebagai wakil dari shohibul kurban. Oleh karena itu, panitia juga tidak diperkenankan menjual daging kurban. Namun, ada beberapa pengecualian yang sering dibahas ulama, yaitu terkait penjualan bagian hewan kurban yang bukan daging, seperti kulit, kepala, atau kaki, jika hasil penjualannya digunakan untuk kemaslahatan kurban itu sendiri (misalnya untuk upah jagal, jika jagal bukan termasuk mustahik) atau disalurkan kembali kepada fakir miskin. Namun, untuk dagingnya sendiri, prinsipnya tetap tidak boleh dijual oleh panitia atas nama shohibul kurban. Upah jagal pun sebaiknya tidak diambilkan dari bagian hewan kurban, melainkan dari dana lain yang disiapkan shohibul kurban atau panitia.
Baca Juga: Kupas Tuntas Hukum Menjual Daging Kurban
Solusi dan Langkah Bijak Terkait Daging Kurban
Supaya kita tidak terjebak dalam kebingungan dan kesalahan, mari kita simak beberapa solusi dan langkah bijak berikut:
1. Bagi Shohibul Kurban:
- Luruskan Niat: Niatkan kurban semata-mata karena Allah SWT.
- Pahami Hak dan Kewajiban: Anda berhak mendapatkan sepertiga bagian (maksimal) untuk dikonsumsi. Selebihnya, bagikan kepada fakir miskin dan hadiahkan kepada kerabat/tetangga.
- Jangan Berpikir Komersial: Jauhkan pikiran untuk menjual bagian mana pun dari hewan kurban Anda.
- Jika Anda Juga Membutuhkan: Jika shohibul kurban ternyata juga dalam kondisi ekonomi yang sulit, ia tetap berhak mengambil bagiannya untuk dikonsumsi. Namun, menjualnya tetap tidak dianjurkan. Lebih baik mencari alternatif lain atau bersabar dengan apa yang ada.
2. Bagi Penerima Daging Kurban (Khususnya Fakir Miskin):
- Terima dengan Syukur: Apapun yang diterima, syukuri sebagai rezeki dari Allah melalui perantaraan shohibul kurban.
- Prioritaskan Kebutuhan: Timbang baik-baik. Apakah lebih butuh dagingnya untuk lauk, atau lebih butuh uangnya untuk kebutuhan pokok lain seperti beras, biaya kesehatan, atau pendidikan.
- Jika Menjual, Gunakan untuk Hal Mendesak: Pastikan hasil penjualan benar-benar digunakan untuk kebutuhan yang lebih penting dan mendesak.
3. Bagi Panitia Kurban:
- Amanah dan Profesional: Jalankan tugas dengan penuh amanah.
- Distribusikan dengan Adil: Pastikan daging sampai kepada yang berhak, terutama fakir miskin.
- Transparansi Keuangan: Jika ada kebijakan terkait penjualan kulit (dengan syarat tertentu dan kesepakatan ulama setempat), pastikan transparan dan hasilnya untuk kemaslahatan.
- Edukasi Shohibul Kurban: Berikan pemahaman yang benar kepada para shohibul kurban mengenai hukum jual beli daging kurban.
Baca Juga: Hikmah Kurban bagi Kepentingan Umum
Poin-Poin Penting yang Wajib Diingat
Agar lebih meresap, mari kita rangkum dalam poin-poin penting:
- Haram hukumnya bagi shohibul kurban (orang yang berkurban) untuk menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya, termasuk daging. Ini karena kurban adalah ibadah murni, bukan transaksi jual beli.
- Boleh hukumnya bagi fakir miskin yang menerima daging kurban untuk menjual daging tersebut. Setelah diterima, daging itu menjadi hak milik penuh si fakir miskin, dan ia boleh memanfaatkannya sesuai kebutuhan, termasuk menjualnya untuk membeli kebutuhan pokok lain yang lebih mendesak seperti beras.
- Panitia kurban, sebagai wakil shohibul kurban, juga tidak boleh menjual daging kurban. Upah jagal tidak boleh diambil dari bagian kurban.
- Kebijaksanaan syariat Islam terlihat jelas: Larangan menjual bagi shohibul kurban menjaga kemurnian ibadah, sementara kebolehan menjual bagi fakir miskin memberikan solusi atas kebutuhan riil mereka.
- Fokus utama kurban adalah berbagi dan mendekatkan diri pada Allah, bukan mencari keuntungan materi.
Contoh Kasus Biar Makin Paham
Bayangkan ada dua skenario:
- Pak Hartono (Shohibul Kurban): Beliau berkurban seekor kambing. Setelah disembelih, beliau mendapat bagian daging. Tiba-tiba, beliau berpikir untuk menjual sebagian dagingnya agar bisa membeli pulsa listrik. Nah, tindakan menjual ini tidak diperbolehkan. Seharusnya, daging itu beliau konsumsi atau hadiahkan. Untuk pulsa listrik, beliau cari dari sumber dana lain.
- Ibu Aisyah (Fakir Miskin): Beliau menerima 1 kg daging kurban dari panitia masjid. Di saat yang sama, persediaan beras di rumahnya habis total, dan anaknya perlu membeli buku sekolah. Ibu Aisyah kemudian memutuskan menjual 0,5 kg daging tersebut kepada tetangganya, dan uangnya digunakan untuk membeli beras dan sebagian untuk buku anaknya. Tindakan Ibu Aisyah ini diperbolehkan dan sah, karena daging itu sudah menjadi miliknya dan ia lebih membutuhkan uangnya untuk keperluan pokok.
Kesimpulan Akhir: Menjawab Tuntas Keraguan
Saudaraku yang budiman,
Jadi, kembali ke pertanyaan awal kita: Apakah daging kurban diperbolehkan dijual dengan alasan untuk membeli beras atau barang yang lebih penting? Jawabannya adalah boleh, jika yang menjual adalah fakir miskin yang menerima daging kurban tersebut. Namun, haram hukumnya jika yang menjual adalah shohibul kurban (orang yang berkurban) atau panitia atas nama shohibul kurban.
Syariat Islam itu indah, mudah, dan penuh solusi. Allah tidak memberatkan hamba-Nya. Aturan ini dibuat demi menjaga kemurnian ibadah kurban sekaligus memberikan keleluasaan bagi mereka yang membutuhkan untuk memanfaatkan pemberian tersebut sebaik-baiknya.
Semoga penjelasan yang santai tapi Insya Allah tegas ini bisa mencerahkan dan menghilangkan keraguan kita semua, ya. Mari kita laksanakan ibadah kurban dengan ilmu dan pemahaman yang benar, agar kurban kita diterima Allah SWT, membawa berkah, dan semakin mendekatkan kita kepada-Nya. Jangan ragu untuk terus belajar dan bertanya jika ada hal yang belum dipahami.
Wabillahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Posting Komentar untuk "Apakah Daging Kurban Diperbolehkan Dijual untuk Membeli Beras atau Barang yang Lebih Penting? Ini Penjelasan Lengkapnya!"