Kupas Tuntas Hukum Menjual Daging Kurban
Kupas Tuntas Hukum Menjual Daging Kurban-Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Jamaah sekalian yang dirahmati Allah! Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sebentar lagi kita akan menyambut Hari Raya Idul Adha, hari besar yang penuh dengan hikmah pengorbanan dan semangat berbagi. Salah satu ibadah utama yang identik dengan Idul Adha adalah ibadah kurban. Nah, seringkali muncul pertanyaan di tengah masyarakat, terutama bagi yang baru semangat-semangatnya belajar agama, mengenai hukum menjual daging kurban. Pertanyaan ini penting untuk kita pahami bersama agar ibadah kurban kita sah dan diterima di sisi Allah SWT, serta tidak mengurangi nilai pahala dari pengorbanan yang kita lakukan. Insya Allah, dalam artikel kali ini, kita akan kupas tuntas persoalan ini dengan bahasa yang santai, mudah dipahami, namun tetap tegas berlandaskan syariat, sehingga kita semua tercerahkan mengenai hukum menjual daging kurban.
Memahami Esensi Kurban: Ibadah Mulia Penuh Makna
Sebelum kita melangkah lebih jauh membahas hukum menjual daging kurban, ada baiknya kita segarkan kembali pemahaman kita tentang makna dan tujuan ibadah kurban itu sendiri, Saudaraku. Kurban, atau dalam bahasa Arab disebut Udhiyyah, secara harfiah berarti hewan sembelihan. Namun, secara syar'i, kurban adalah menyembelih hewan tertentu (unta, sapi, kerbau, kambing, atau domba) pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) dengan niat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.
Ibadah ini merupakan syariat yang telah ditetapkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Kisah monumental ini mengajarkan kita tentang ketaatan, keikhlasan, dan pengorbanan tertinggi kepada Sang Pencipta. Jadi, inti dari kurban adalah pengorbanan dan berbagi. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Hajj ayat 37:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ
Artinya: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya."
Dari ayat ini jelas, yang Allah lihat bukan daging atau darahnya, melainkan ketakwaan kita. Ketakwaan ini diwujudkan dengan niat yang lurus karena Allah, dan melaksanakan kurban sesuai dengan tuntunan syariat, termasuk dalam hal pendistribusiannya. Daging kurban itu pada hakikatnya diperuntukkan bagi tiga golongan:
- Shohibul Kurban (orang yang berkurban): Boleh memakan sebagian kecil, sebagai bentuk keberkahan.
- Hadiah kepada kerabat dan tetangga: Meskipun mereka berkecukupan, sebagai bentuk silaturahmi.
- Sedekah kepada fakir miskin: Ini adalah tujuan utama untuk berbagi kebahagiaan dan meringankan beban mereka.
Dengan memahami esensi ini, kita akan lebih mudah mencerna mengapa ada aturan-aturan tertentu terkait pengelolaan daging kurban, termasuk soal jual beli.
Baca Juga: Kurban Sapi untuk 7 Orang atau 7 Keluarga
Titik Krusial: "Hukum Menjual Daging Kurban" Bagi Shohibul Kurban (Pekurban)
Nah, sekarang kita masuk ke inti permasalahan, yaitu hukum menjual daging kurban bagi orang yang berkurban (shohibul kurban). Monggo disimak baik-baik, Jamaah.
Menurut jumhur ulama (mayoritas ulama) dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali), shohibul kurban diharamkan menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya, baik itu daging, kulit, kepala, kaki, bulu, maupun bagian lainnya. Mengapa demikian?
- Menghilangkan Makna Pengorbanan: Kurban adalah ibadah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengorbankan harta (berupa hewan) dan membagikannya. Jika daging atau bagian lain dari hewan kurban dijual oleh pekurban, maka esensi pengorbanan dan taqarrub ilallah menjadi berkurang, bahkan bisa hilang. Seolah-olah, ia mengambil kembali sebagian dari apa yang telah ia niatkan untuk Allah.
- Bertentangan dengan Tujuan Kurban: Tujuan utama kurban adalah untuk dibagikan dan dinikmati, terutama oleh fakir miskin. Menjualnya berarti mengalihkannya menjadi komoditas komersial yang bertentangan dengan spirit ibadah sosial ini.
- Dalil Larangan: Terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim, dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ
Meskipun hadis ini secara spesifik menyebut kulit, para ulama meng-qiyaskan (menganalogikan) larangan ini untuk seluruh bagian hewan kurban, karena illat (alasan hukum)nya sama, yaitu menghilangkan esensi kurban sebagai persembahan kepada Allah.
Artinya: "Barangsiapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya (tidak sempurna pahalanya)."
Jadi, kesimpulan tegasnya, bagi Anda yang berniat dan melaksanakan ibadah kurban, tidak diperbolehkan menjual sedikit pun dari daging kurban Anda. Niatkan semata-mata karena Allah, dan bagikan sesuai tuntunan. Kalaupun Anda ingin mengambil bagian untuk dikonsumsi sendiri, itu diperbolehkan secukupnya, bukan untuk diperjualbelikan.
Baca Juga: Hikmah Kurban bagi Kepentingan Umum
Bagaimana dengan Kulit, Kepala, atau Kaki?
Prinsipnya sama, shohibul kurban tidak boleh menjualnya untuk kepentingan pribadi. Namun, ada beberapa pandangan terkait pemanfaatan kulit, kepala, atau kaki ini:
- Disedekahkan: Ini yang paling utama, diberikan kepada fakir miskin atau lembaga yang mengurusnya.
- Dimanfaatkan Sendiri: Shohibul kurban boleh memanfaatkannya untuk keperluan pribadi (misalnya kulit dijadikan alas duduk, dibuat bedug masjid, dll), tetapi tidak untuk dijual.
- Upah Jagal: Tidak boleh memberikan bagian dari hewan kurban (daging, kulit, dll.) sebagai upah bagi penjagal. Upah jagal harus diambil dari dana lain di luar hewan kurban. Jika panitia kurban menjual kulit untuk membayar upah jagal, ini menjadi perdebatan, namun mayoritas ulama tidak memperbolehkannya karena sama saja menjual bagian kurban. Solusinya, upah jagal disiapkan dari dana operasional panitia yang bukan berasal dari penjualan bagian hewan kurban milik pekurban.
Bagaimana Jika yang Menjual adalah Penerima Daging Kurban (Fakir Miskin)?
Nah, ini pertanyaan yang juga sering muncul dan penting untuk diluruskan. Bagaimana hukum menjual daging kurban jika yang melakukannya adalah orang fakir miskin yang menerima daging tersebut?
Di sinilah letak perbedaannya, Jamaah. Ketika daging kurban telah diserahkan dan diterima oleh fakir miskin, maka daging tersebut telah menjadi hak milik penuh mereka. Statusnya berubah dari "daging kurban yang harus didistribusikan" menjadi "harta milik si penerima." Dalam fiqih, ini disebut tamlik, yaitu penyerahan hak kepemilikan.
Karena sudah menjadi milik mereka sepenuhnya, maka fakir miskin tersebut berhak melakukan apa saja terhadap daging yang diterimanya, termasuk menjualnya jika mereka lebih membutuhkan uang untuk keperluan lain yang lebih mendesak, seperti membeli beras, membayar biaya sekolah anak, atau kebutuhan pokok lainnya. Para ulama sepakat mengenai kebolehan ini.
Jadi, jangan sampai kita salah paham. Larangan menjual daging kurban itu berlaku bagi shohibul kurban dan panitia yang mewakilinya. Adapun bagi si penerima (khususnya fakir miskin), mereka bebas memanfaatkannya sesuai kebutuhan mereka. Ini adalah bentuk kasih sayang Islam yang memberikan keleluasaan kepada mereka yang membutuhkan.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Berkurban Jika Tanduk Hewan Kurban Patah?
Solusi dan Panduan Praktis Terkait "Hukum Menjual Daging Kurban"
Agar ibadah kurban kita berjalan lancar, sesuai syariat, dan mendatangkan keberkahan, ada beberapa solusi dan panduan praktis yang bisa kita terapkan terkait hukum menjual daging kurban:
- Bagi Shohibul Kurban (Pekurban):
- Luruskan Niat: Niatkan kurban semata-mata karena Allah SWT.
- Jangan Pernah Berpikir Menjual: Camkan baik-baik bahwa tidak ada bagian dari hewan kurban Anda yang boleh dijual untuk keuntungan pribadi.
- Distribusi yang Tepat: Salurkan daging kurban kepada yang berhak, terutama fakir miskin.
- Pemanfaatan Non-Daging: Jika ada kulit, kepala, atau kaki, utamakan untuk disedekahkan. Jika ingin dimanfaatkan sendiri, boleh, asal tidak dijual.
- Bagi Panitia Kurban:
- Amanah dan Transparan: Panitia adalah wakil dari shohibul kurban, maka berlaku hukum yang sama. Panitia tidak boleh menjual daging kurban.
- Biaya Operasional: Biaya operasional (upah jagal, kantong plastik, transportasi, dll.) harus diambil dari dana kas panitia, iuran sukarela, atau sumber lain yang halal, bukan dari hasil penjualan bagian hewan kurban.
- Menjual Kulit atas Nama Panitia (Bukan Pekurban)?: Ini area yang sering jadi perdebatan.
- Sebagian ulama membolehkan panitia menjual kulit (atau bagian lain yang lazimnya tidak dikonsumsi langsung) dengan syarat: (a) Ada mandat atau izin dari shohibul kurban, (b) Hasil penjualannya digunakan untuk kemaslahatan kurban (misalnya biaya operasional yang tidak tertutupi) atau disedekahkan kembali kepada fakir miskin, bukan untuk keuntungan panitia.
- Namun, untuk kehati-hatian (ihtiyat), lebih baik panitia mencari sumber pendanaan operasional dari luar penjualan bagian hewan kurban. Jika memang terpaksa, pastikan transparansi dan peruntukannya jelas untuk kemaslahatan umum terkait kurban, bukan masuk kantong pribadi.
- Sosialisasi: Edukasi para pekurban mengenai aturan ini agar tidak ada kesalahpahaman.
- Bagi Penerima Daging Kurban:
- Manfaatkan Sebaik Mungkin: Jika Anda termasuk penerima daging kurban (terutama fakir miskin), manfaatkan daging tersebut untuk kebutuhan keluarga.
- Boleh Dijual Jika Perlu: Ingat, Anda berhak menjualnya jika memang membutuhkan uang tunai untuk keperluan lain yang lebih penting. Tidak perlu merasa bersalah atau ragu
Poin-Poin Penting Seputar Distribusi dan "Hukum Menjual Daging Kurban"
Untuk memudahkan kita mengingat, mari kita rangkum poin-poin pentingnya, Saudaraku:
- Shohibul Kurban: Diharamkan menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya. Ini adalah prinsip utama terkait hukum menjual daging kurban.
- Penerima (Fakir Miskin): Diperbolehkan menjual daging kurban yang diterimanya karena sudah menjadi hak milik mereka.
- Panitia Kurban: Sebagai wakil pekurban, tidak boleh menjual daging kurban. Jika menjual kulit/bagian non-daging untuk biaya operasional, harus dengan sangat hati-hati, transparan, dan hasilnya untuk kemaslahatan kurban, bukan keuntungan pribadi. Idealnya, biaya operasional dari sumber lain.
- Upah Jagal: Tidak boleh diambil dari bagian hewan kurban. Harus dari dana terpisah.
- Esensi Kurban: Ibadah, pengorbanan, dan berbagi, bukan komersialisasi.
Memahami hukum menjual daging kurban ini penting agar kita tidak terjerumus dalam praktik yang bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala ibadah kurban kita.
Baca Juga: Bolehkah Qurban Kambing Tanpa Tanduk?
Contoh Kasus dan Hikmah di Balik Larangan
Mari kita bayangkan sejenak, Saudaraku. Misalkan Pak Fulan berkurban seekor kambing. Lalu, karena melihat harga daging sedang tinggi, ia berpikir, "Wah, lumayan nih kalau separuh dagingnya saya jual, bisa buat tambah-tambah." Nah, tindakan seperti ini jelas-jelas menyalahi syariat dan menghilangkan esensi kurbannya. Padahal, niat awalnya adalah beribadah kepada Allah.
Hikmah di balik larangan menjual daging kurban bagi pekurban sangatlah besar:
- Menjaga Kemurnian Ibadah: Agar ibadah kurban tetap murni sebagai bentuk ketaatan dan pengorbanan kepada Allah, tidak tercampuri motif ekonomi.
- Meningkatkan Solidaritas Sosial: Dengan dibagikan, daging kurban menjadi sarana mempererat tali silaturahmi dan membantu mereka yang kekurangan. Bayangkan kebahagiaan anak yatim dan fakir miskin yang bisa menikmati daging di hari raya.
- Mendidik Jiwa untuk Berkorban: Kurban melatih kita untuk melepaskan sebagian harta yang kita cintai demi meraih ridha Allah. Jika dijual, latihan jiwa ini menjadi kurang sempurna.
- Menghindari Sifat Tamak: Larangan ini juga membentengi diri dari sifat tamak atau ingin mengambil keuntungan dari sesuatu yang seharusnya dipersembahkan untuk Allah dan sesama.
Baca Juga: Syarat kurban sapi berapa orang
Akhir Kata
Jamaah sekalian yang saya cintai karena Allah, Demikianlah uraian kita mengenai hukum menjual daging kurban. Semoga penjelasan yang santai namun tetap berpegang pada koridor syariat ini bisa mencerahkan dan mudah kita pahami bersama, terutama bagi kita yang terus bersemangat untuk belajar dan memperbaiki amalan agama kita.
Ingatlah, ibadah kurban adalah kesempatan emas untuk mendekatkan diri kepada Allah, menunjukkan rasa syukur, dan menebar kebaikan kepada sesama. Jangan sampai niat mulia ini ternodai oleh ketidaktahuan atau kesengajaan melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan. Pahami dengan baik hukum menjual daging kurban, laksanakan kurban dengan ikhlas, dan distribusikanlah sesuai tuntunan. Insya Allah, kurban kita akan diterima, mendatangkan pahala yang berlimpah, dan menjadi bekal kita di akhirat kelak.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua untuk selalu berada di jalan yang lurus dan diridhai-Nya. Mohon maaf jika ada tutur kata yang kurang berkenan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Posting Komentar untuk "Kupas Tuntas Hukum Menjual Daging Kurban"