Apakah Orang Miskin Boleh Menjual Daging Kurban?

Apakah-orang-miskin-boleh-menjual-daging-kurban

Apakah Orang Miskin Boleh Menjual Daging Kurban?-Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Jamaah sekalian yang dirahmati Allah Bismillahirahmanirrahim, Jamaah sekalian, seringkali terlintas pertanyaan di benak kita, terutama saat momen Idul Adha tiba, apakah orang miskin boleh menjual daging kurban yang mereka terima? Ini pertanyaan penting, karena menyangkut hak dan kewajiban kita sebagai umat Islam. Nah, di artikel kali ini, kita akan kupas tuntas persoalan ini dengan bahasa yang santai, mudah dipahami, tapi tetap tegas berlandaskan syariat. Insya Allah, setelah membaca ini, tidak ada lagi keraguan di hati kita mengenai apakah orang miskin boleh menjual daging kurban.

Memahami Hakikat Kurban dan Distribusinya: Sebuah Pencerahan Awal

Sebelum kita melangkah lebih jauh membahas apakah orang miskin boleh menjual daging kurban, mari kita segarkan kembali ingatan kita tentang makna kurban itu sendiri. Kurban, jamaah sekalian, adalah ibadah yang agung, wujud ketaatan kita kepada Allah SWT meneladani Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Selain sebagai bentuk ketakwaan, kurban juga memiliki dimensi sosial yang luar biasa. Daging kurban yang disembelih itu sejatinya adalah rezeki yang Allah titipkan melalui para shohibul kurban (orang yang berkurban) untuk dibagikan kepada sesama, terutama kepada fakir miskin.

Nah, dalam pembagiannya, para ulama telah memberikan panduan yang jelas. Umumnya, daging kurban dibagi menjadi tiga bagian:

  • Sepertiga untuk yang berkurban (shohibul kurban) dan keluarganya. Ini adalah hak bagi mereka yang telah mengeluarkan hartanya untuk berkurban.
  • Sepertiga untuk dihadiahkan kepada kerabat, tetangga, atau sahabat. Bagian ini untuk mempererat tali silaturahmi.
  • Sepertiga untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Nah, inilah bagian yang menjadi fokus pembahasan kita kali ini.

Lalu, bagaimana status kepemilikan daging kurban yang diterima oleh fakir miskin ini? Ketika seorang fakir miskin menerima daging kurban, maka daging tersebut sepenuhnya menjadi hak milik mereka. Artinya, mereka bebas untuk memanfaatkan daging tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Inilah titik krusial yang akan menjawab pertanyaan utama kita.

Baca Juga: Bolehkah kita mendistribusikan daging kurban kepada non muslim?

Menelisik Lebih Dalam: Apakah Orang Miskin Boleh Menjual Daging Kurban yang Diterimanya?

Sekarang kita sampai pada inti persoalan: apakah orang miskin boleh menjual daging kurban yang sudah menjadi hak miliknya itu? Jawabannya, jamaah sekalian, menurut mayoritas ulama, adalah BOLEH.

"Lho, Kyai, kok bisa begitu? Bukankah daging kurban itu untuk dimakan?" Mungkin ada yang bertanya demikian.

Sabar dulu, jamaah. Mari kita pahami alasannya dengan jernih.

Ketika daging kurban telah diserahkan kepada fakir miskin, status daging tersebut berubah. Dari yang semula adalah hak Allah yang dititipkan melalui shohibul kurban, kini menjadi hak milik penuh si fakir miskin. Dalam kaidah fikih, sesuatu yang sudah dimiliki secara penuh (tamlik) memberikan keleluasaan kepada pemiliknya untuk melakukan tasharruf (tindakan atau pengelolaan) terhadap barang miliknya tersebut, termasuk menjualnya, selama tidak ada larangan syar'i yang spesifik.

Para ulama berpendapat bahwa tujuan utama dari pemberian daging kurban kepada fakir miskin adalah untuk meringankan beban mereka dan memberikan kecukupan, terutama di hari raya. Jika dengan menjual sebagian daging tersebut mereka bisa mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan pokok lain yang lebih mendesak, seperti beras, minyak, gula, atau bahkan untuk biaya pengobatan dan pendidikan anak, maka hal tersebut diperbolehkan.

Bayangkan begini, seorang fakir miskin menerima daging kurban dalam jumlah yang cukup banyak. Mungkin keluarganya kecil, atau mereka tidak memiliki kulkas untuk menyimpannya dalam waktu lama. Jika tidak dijual, daging tersebut bisa rusak dan mubazir. Bukankah lebih baik jika sebagian dijual dan uangnya digunakan untuk membeli kebutuhan lain yang lebih mendesak dan tahan lama? Ini sejalan dengan prinsip Islam yang menjunjung tinggi kemaslahatan dan menghindari kemubaziran. Persoalan mengenai apakah orang miskin boleh menjual daging kurban ini memang sering menjadi perbincangan, namun pemahaman yang benar akan membawa ketenangan.

Poin-Poin Penting yang Perlu Digarisbawahi:

  • Status Kepemilikan: Daging kurban yang diterima fakir miskin adalah hak milik penuh mereka.
  • Keleluasaan Bertindak: Pemilik barang berhak mengelola barang miliknya, termasuk menjualnya.
  • Prioritas Kebutuhan: Penjualan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang lebih mendesak.
  • Menghindari Mubazir: Menjual lebih baik daripada daging rusak dan terbuang sia-sia.
  • Tujuan Syariat: Tujuan pembagian daging kurban adalah untuk kesejahteraan fakir miskin.

Baca Juga: Bolehkah menjual kulit hewan kurban lalu uang hasil penjualannya disedekahkan kepada orang miskin

Pandangan Ulama dan Dalil Pendukung: Menguatkan Pemahaman

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab, termasuk Imam Syafi'i, Imam Hanafi, dan Imam Maliki (dengan beberapa rincian), memperbolehkan fakir miskin menjual daging kurban yang mereka terima. Argumentasi utamanya adalah karena telah terjadi serah terima kepemilikan yang sah.

Salah satu dalil yang sering dijadikan rujukan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim mengenai Barirah, seorang budak perempuan yang dibebaskan oleh Aisyah RA. Suatu ketika, Barirah menerima sedekah berupa daging. Kemudian, daging tersebut dihadiahkan oleh Barirah kepada Nabi Muhammad SAW. Ketika Aisyah RA memberitahu Nabi SAW bahwa daging itu adalah sedekah, Nabi SAW bersabda:

"هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَلَنَا هَدِيَّةٌ"

Artinya: "Daging itu bagi Barirah adalah sedekah, dan bagi kami adalah hadiah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa status barang bisa berubah tergantung pada siapa yang menerima dan bagaimana cara menerimanya. Bagi Barirah, daging itu adalah sedekah. Namun, ketika Barirah menghadiahkannya kepada Nabi SAW, statusnya berubah menjadi hadiah. Analogi yang serupa bisa diterapkan pada daging kurban. Bagi shohibul kurban, itu adalah ibadah kurban. Ketika diterima oleh fakir miskin, itu adalah sedekah yang menjadi hak milik mereka. Jika mereka kemudian menjualnya, itu adalah transaksi jual beli atas barang milik sendiri.

Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menjelaskan bahwa fakir miskin boleh melakukan apa saja terhadap daging kurban yang diterimanya, baik itu dimakan, disimpan, atau dijual, karena daging tersebut sudah menjadi miliknya.

Baca Juga: Apakah daging kurban diperbolehkan dijual dengan alasan untuk membeli beras atau barang yang lebih penting

Solusi dan Langkah Bijak bagi Penerima Daging Kurban:

Nah, bagi jamaah yang mungkin berada dalam posisi sebagai penerima daging kurban dan memiliki kebutuhan lain yang mendesak, berikut beberapa langkah bijak yang bisa dipertimbangkan:

  1. Prioritaskan Konsumsi Keluarga: Jika memungkinkan dan keluarga membutuhkan, utamakan untuk mengonsumsi daging tersebut sebagai lauk pauk bergizi. Ini adalah nikmat dari Allah yang patut disyukuri.
  2. Identifikasi Kebutuhan Mendesak: Jika ada kebutuhan lain yang lebih mendesak (beras habis, butuh biaya berobat, dll.), pertimbangkan untuk menjual sebagian daging kurban.
  3. Jual Secukupnya: Tidak perlu menjual semuanya jika tidak benar-benar terpaksa. Jualah sebatas untuk memenuhi kebutuhan yang paling penting.
  4. Jaga Kepercayaan: Jika menjual, lakukanlah dengan jujur dan amanah.
  5. Hindari Menjual Kembali ke Shohibul Kurban (Jika Kurban Wajib/Nazar): Ada beberapa pandangan ulama yang memakruhkan atau bahkan melarang shohibul kurban membeli kembali daging kurbannya, terutama jika kurban tersebut adalah kurban wajib atau nazar. Meskipun bagi si miskin menjualnya tetap boleh, ada baiknya dihindari untuk kehati-hatian, kecuali jika kurbannya sunnah. Namun, ini lebih kepada adab dan kehati-hatian, bukan larangan mutlak bagi si miskin untuk menjual kepada siapapun.

Baca Juga: Apakah Boleh Menjual Daging Kurban Menurut Islam

Studi Kasus dan Contoh Nyata: Memperjelas Pemahaman

Mari kita lihat contoh kasus agar lebih mudah dipahami.

Kasus 1: Ibu Jamilah, Seorang Janda dengan Tiga Anak
Ibu Jamilah menerima 2 kg daging kurban. Di saat yang sama, persediaan beras di rumahnya habis dan salah satu anaknya sedang sakit batuk pilek yang butuh obat. Dalam kondisi ini, Ibu Jamilah boleh menjual 1 kg daging kurban untuk membeli beras dan obat. Sisa 1 kg lagi bisa ia masak untuk keluarganya. Tindakan ini lebih maslahat baginya daripada membiarkan anak kelaparan atau sakitnya bertambah parah, sementara daging berlebih mungkin tidak bisa disimpan lama.

Kasus 2: Pak Bejo, Seorang Buruh Harian Lepas
Pak Bejo mendapatkan 3 kg daging kurban. Keluarganya sangat suka makan daging, dan ia memiliki freezer kecil untuk menyimpannya. Namun, ia juga memiliki tunggakan bayar sewa kontrakan yang sudah jatuh tempo. Pak Bejo bisa mempertimbangkan untuk menjual 1-2 kg daging untuk membayar sewa, dan sisanya dinikmati bersama keluarga. Ini juga diperbolehkan karena membayar sewa rumah adalah kebutuhan primer.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa fleksibilitas dalam syariat Islam bertujuan untuk kemaslahatan umatnya, terutama bagi mereka yang kurang mampu. Pertanyaan mengenai apakah orang miskin boleh menjual daging kurban terjawab dengan adanya pertimbangan kebutuhan dan kemaslahatan ini.

Tanggung Jawab Shohibul Kurban dan Panitia Kurban

Meskipun fokus kita adalah pada hak fakir miskin, ada baiknya kita juga sedikit menyinggung tanggung jawab shohibul kurban dan panitia kurban.

  • Bagi Shohibul Kurban: Niatkan kurban semata-mata karena Allah SWT. Setelah hewan kurban disembelih dan dagingnya dibagikan, terutama kepada fakir miskin, maka urusan pemanfaatannya serahkan sepenuhnya kepada mereka. Tidak perlu merasa kecewa atau tidak ikhlas jika mendengar ada yang menjualnya, karena itu sudah menjadi hak mereka.
  • Bagi Panitia Kurban: Distribusikan daging kurban secara adil dan merata kepada yang berhak. Pastikan daging sampai kepada fakir miskin dalam kondisi baik. Memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai hak penerima kurban juga bisa menjadi bagian dari tugas panitia.

Dengan saling memahami hak dan kewajiban masing-masing, insya Allah pelaksanaan ibadah kurban akan semakin membawa berkah bagi semua pihak.

Baca Juga: Kupas Tuntas Hukum Menjual Daging Kurban

Kesimpulan Akhir: Menemukan Jawaban Tegas dan Menenangkan

Jamaah sekalian yang dimuliakan Allah,
Dari seluruh paparan panjang lebar ini, semoga kita semua mendapatkan pencerahan. Pertanyaan yang mungkin selama ini mengganjal di hati, apakah orang miskin boleh menjual daging kurban, kini telah terjawab dengan jelas. Ya, berdasarkan pandangan mayoritas ulama, fakir miskin diperbolehkan menjual daging kurban yang mereka terima karena daging tersebut telah menjadi hak milik mereka sepenuhnya. Penjualan ini dibolehkan terutama jika hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok lain yang lebih mendesak. Islam adalah agama yang mudah dan tidak memberatkan, selalu mengedepankan kemaslahatan bagi umatnya. Oleh karena itu, janganlah kita ragu atau mempersulit sesuatu yang telah diberikan kelonggaran oleh syariat. Yang terpenting adalah bagaimana kita semua, baik yang berkurban maupun yang menerima, bisa mengambil hikmah dan keberkahan dari ibadah agung ini. Semoga Allah SWT senantiasa menerima amal ibadah kita semua. Pertanyaan mengenai apakah orang miskin boleh menjual daging kurban kini semoga tidak lagi menjadi sumber kebingungan.

Wallahu a'lam bishawab.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Artikel ini bersifat informatif dan deskriptif berdasarkan pemahaman penulis. Untuk pendalaman lebih lanjut, disarankan untuk berkonsultasi langsung dengan ulama atau ahli fikih terpercaya.

LihatTutupKomentar