Apa Hukumnya Memakan Daging Kurban Sendiri?-Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Jamaah sekalian yang dirahmati Allah. Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sebentar lagi, insyaAllah, kita akan menyambut Hari Raya Idul Adha, hari raya besar bagi umat Islam yang identik dengan ibadah kurban. Nah, salah satu pertanyaan yang seringkali mampir di benak kita, bahkan kadang jadi diskusi hangat di warung kopi hingga ruang keluarga, adalah apa hukumnya memakan daging kurban sendiri? Pertanyaan ini kelihatannya sederhana, tapi penting banget untuk kita pahami agar ibadah kurban kita tidak hanya sah, tapi juga mendatangkan keberkahan maksimal. Sebagai seorang yang diamanahi untuk berbagi sedikit ilmu, saya akan coba mengupas tuntas persoalan apa hukumnya memakan daging kurban sendiri? ini dengan gaya yang santai, mudah dicerna, tapi tetap berpijak pada koridor syariat.
Sebelum kita melangkah lebih jauh, penting bagi kita untuk memahami dulu esensi dari ibadah kurban itu sendiri. Kurban, atau dalam bahasa Arab disebut Udhiyyah, adalah penyembelihan hewan ternak tertentu (unta, sapi, kerbau, kambing, atau domba) yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini adalah syariat yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS, sebagai wujud ketaatan dan pengorbanan tertinggi kepada Sang Khaliq.
Baca Juga: Kupas Tuntas Hukum Menjual Daging Kurban
Membedah Jenis Kurban: Kunci Memahami Hukum Makan Dagingnya
Nah, untuk menjawab pertanyaan krusial mengenai apa hukumnya memakan daging kurban sendiri?, kita perlu membedakan dulu jenis kurban yang kita lakukan. Secara umum, dalam fiqih, kurban itu bisa terbagi menjadi dua kategori utama berdasarkan niat dan sebabnya:
- Kurban Sunnah (Tathawwu’/Sukarela): Ini adalah kurban yang paling umum dilakukan oleh umat Islam. Sifatnya adalah sunnah muakkadah, artinya sunnah yang sangat dianjurkan bagi mereka yang mampu. Tidak ada paksaan atau kewajiban yang mengikat di sini, murni karena keinginan untuk beribadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
- Kurban Wajib (Nazar atau Ta’yin): Kurban ini menjadi wajib karena beberapa sebab:
- Karena Nazar: Seseorang bernazar atau berjanji kepada Allah SWT akan berkurban jika suatu hajatnya terkabul. Misalnya, "Ya Allah, jika saya lulus ujian tahun ini, saya akan berkurban seekor kambing." Nah, ketika hajatnya terkabul, maka kurban tersebut menjadi wajib baginya.
- Karena Penentuan (Ta’yin): Seseorang telah menentukan hewan tertentu untuk dikurbankan, misalnya dengan berkata, "Sapi ini akan saya jadikan kurban tahun ini." Dengan penentuan ini, hewan tersebut menjadi terikat untuk kurban.
Perbedaan status kurban ini (sunnah atau wajib) akan sangat berpengaruh pada hukum memakan dagingnya bagi si shohibul kurban (orang yang berkurban) dan keluarganya.
Baca Juga: Apakah Orang Miskin Boleh Menjual Daging Kurban?
Apa Hukumnya Memakan Daging Kurban Sendiri untuk Kurban Sunnah?
Mari kita fokus dulu pada kurban sunnah, yang paling sering kita jumpai. Jika pertanyaannya adalah apa hukumnya memakan daging kurban sendiri untuk jenis kurban sunnah? Maka jawabannya, Bismillah, BOLEH dan bahkan DIANJURKAN (SUNNAH) bagi shohibul kurban dan keluarganya untuk turut memakan sebagian dari daging kurban tersebut.
Dasarnya apa, Kiai? Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ Artinya: "Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang-orang yang meminta." (QS. Al-Hajj: 36)
Ayat ini secara jelas memberikan izin, bahkan anjuran, untuk memakan sebagian daging kurban. Rasulullah SAW sendiri juga memberikan contoh. Diriwayatkan dalam beberapa hadits bahwa beliau memakan sebagian dari daging kurbannya. Salah satunya adalah hadits dari Jabir bin Abdillah RA, beliau berkata:
"Rasulullah SAW ketika berkurban, beliau memakan dari (daging) kurbannya dan memberikan makan (kepada orang lain)." (HR. Ahmad dan lainnya)
Para ulama umumnya sepakat bahwa bagi shohibul kurban yang melakukan kurban sunnah, ia berhak memakan daging kurbannya. Bahkan, ada anjuran untuk memulainya dengan memakan hati dari hewan kurbannya, sebagai bentuk tabarruk (mengambil berkah).
Bagaimana Porsi Idealnya?
Nah, meskipun boleh dimakan sendiri, bukan berarti lantas semua dagingnya dihabiskan untuk keluarga ya, Jamaah. Esensi kurban adalah berbagi kebahagiaan dan rezeki kepada sesama, terutama kepada fakir miskin. Para ulama memberikan panduan pembagian yang ideal, meskipun ini sifatnya anjuran dan fleksibel, yaitu dibagi menjadi tiga bagian:
- Sepertiga (1/3) untuk Shohibul Kurban dan Keluarganya: Ini adalah hak yang boleh dinikmati.
- Sepertiga (1/3) untuk Dihadiahkan: Bagian ini bisa diberikan kepada kerabat, tetangga, teman, meskipun mereka tergolong mampu. Tujuannya untuk mempererat tali silaturahmi.
- Sepertiga (1/3) untuk Disedekahkan: Bagian ini wajib diberikan kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan. Inilah inti sosial dari ibadah kurban.
Ingat ya, pembagian tiga ini adalah anjuran yang paling afdhal. Jika kondisinya berbeda, misalnya di suatu daerah sangat banyak fakir miskin, maka lebih utama memperbanyak bagian untuk sedekah. Yang penting, niatnya lurus karena Allah dan ada bagian yang disedekahkan kepada yang berhak.
Baca Juga: Bolehkah kita mendistribusikan daging kurban kepada non muslim?
Lalu, Apa Hukumnya Memakan Daging Kurban Sendiri untuk Kurban Wajib (Nazar)?
Sekarang kita beralih ke jenis kurban yang kedua, yaitu kurban wajib karena nazar atau penentuan. Di sinilah letak perbedaannya yang sangat signifikan. Untuk kurban yang hukumnya wajib ini, maka HARAM bagi shohibul kurban dan orang-orang yang wajib dinafkahinya (seperti istri dan anak-anak yang belum baligh atau belum mandiri) untuk memakan daging kurbannya, meskipun hanya secuil.
Kenapa begitu, Kiai? Karena ketika seseorang bernazar, ia telah mengikatkan dirinya untuk mempersembahkan kurban tersebut sepenuhnya kepada Allah untuk disalurkan kepada pihak lain (fakir miskin). Daging kurban nazar ini harus seluruhnya disedekahkan. Jika shohibul kurban atau keluarganya terlanjur memakannya, maka ia wajib mengganti bagian yang telah dimakan tersebut dengan daging atau uang senilai daging yang dimakan untuk disedekahkan.
Para ulama dari berbagai mazhab, seperti Imam Syafi'i, Imam Hanafi, dan Imam Hambali, umumnya sepakat mengenai hal ini. Kurban nazar diposisikan seperti denda atau kafarat, yang memang tidak boleh dinikmati oleh orang yang menanggungnya. Jadi, hati-hati ya, Jamaah. Pastikan dulu status kurban kita, apakah sunnah atau wajib karena nazar.
Baca Juga: Bolehkah menjual kulit hewan kurban lalu uang hasil penjualannya disedekahkan kepada orang miskin
Solusi dan Poin-Poin Penting yang Perlu Diingat
Agar tidak bingung dan ibadah kurban kita berjalan lancar serta sesuai syariat, berikut beberapa solusi dan poin penting:
- Pahami Niat Awal: Sebelum berkurban, luruskan niat. Apakah ini kurban sunnah biasa atau ada unsur nazar? Ini adalah kunci utama.
- Untuk Kurban Sunnah:
- Boleh dimakan: Ingat, Anda dan keluarga berhak memakan sebagiannya.
- Idealnya 1/3: Usahakan mengikuti anjuran pembagian 1/3 untuk diri sendiri, 1/3 untuk hadiah, dan 1/3 untuk sedekah.
- Utamakan Fakir Miskin: Jika di sekitar banyak yang membutuhkan, perbesar porsi sedekah.
- Untuk Kurban Wajib (Nazar):
- Tidak Boleh Dimakan Sama Sekali: Seluruh daging harus disedekahkan kepada fakir miskin.
- Keluarga Inti Juga Tidak Boleh: Larangan ini berlaku juga untuk keluarga yang menjadi tanggungan nafkah shohibul kurban.
- Jika Terlanjur, Wajib Ganti: Segera ganti bagian yang termakan untuk disedekahkan.
- Jangan Menjual Daging Kurban: Baik kulit, kepala, kaki, maupun dagingnya, tidak boleh diperjualbelikan oleh shohibul kurban. Namun, jika daging sudah diberikan kepada fakir miskin, maka fakir miskin tersebut boleh menjualnya karena sudah menjadi hak miliknya.
- Distribusi yang Tepat Sasaran: Pastikan daging kurban sampai kepada mereka yang berhak menerimanya, terutama kaum dhuafa.
- Kebersihan dan Kesehatan: Jaga kebersihan dalam proses penyembelihan, pencacahan, hingga pendistribusian daging agar aman dan higienis untuk dikonsumsi.
Sebagai contoh nyata, banyak panitia kurban di masjid-masjid atau lembaga amil zakat yang sudah sangat paham mengenai aturan ini. Mereka biasanya akan menanyakan kepada shohibul kurban apakah kurbannya nazar atau bukan. Jika sunnah, panitia akan memberikan bagian untuk shohibul kurban. Jika nazar, maka semua akan didistribusikan. Ini adalah praktik yang baik dan patut kita apresiasi.
Di tengah-tengah kesibukan persiapan kurban, pertanyaan mengenai apa hukumnya memakan daging kurban sendiri? memang seringkali terlupakan detailnya. Padahal, pemahaman yang benar akan menyempurnakan ibadah kita. Bayangkan, betapa indahnya ketika kita bisa menikmati sebagian hasil kurban kita dengan rasa syukur, sambil melihat senyum bahagia saudara-saudara kita yang menerima bagian sedekahnya. Itulah esensi berbagi dalam Islam.
Hikmah di Balik Aturan Memakan Daging Kurban
Setiap aturan dalam syariat Islam pasti mengandung hikmah yang mendalam. Demikian pula dengan aturan boleh atau tidaknya memakan daging kurban sendiri:
- Untuk Kurban Sunnah: Diperbolehkannya memakan sebagian adalah bentuk kasih sayang Allah agar shohibul kurban juga merasakan nikmat dari hewan yang dikurbankannya. Ini juga sebagai tahadduts bin ni'mah (menyatakan nikmat Allah) dan memotivasi untuk terus berkurban di tahun-tahun berikutnya.
- Untuk Kurban Wajib (Nazar): Larangan memakannya mengajarkan tentang totalitas dalam memenuhi janji kepada Allah. Ini juga melatih keikhlasan bahwa apa yang sudah dinazarkan adalah murni untuk Allah dan disalurkan kepada yang berhak, tanpa ada kepentingan pribadi lagi di dalamnya.
- Secara Umum: Pembagian daging kurban, baik yang dimakan sendiri, dihadiahkan, maupun disedekahkan, adalah sarana untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, menumbuhkan rasa kepedulian sosial, dan memeratakan kebahagiaan di hari raya.
Baca Juga: Apakah Boleh Menjual Daging Kurban Menurut Islam
Kesimpulan: Mengukuhkan Pemahaman tentang Apa Hukumnya Memakan Daging Kurban Sendiri
Jadi, Jamaah sekalian, sekarang sudah lebih jelas ya. Ketika kita membahas apa hukumnya memakan daging kurban sendiri?, jawabannya sangat tergantung pada jenis kurbannya. Untuk kurban sunnah, silakan dinikmati sebagian dengan tetap mengutamakan hak fakir miskin dan hadiah untuk kerabat. Namun, untuk kurban wajib karena nazar, maka seluruhnya harus disedekahkan.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita pemahaman yang benar dalam beragama, memudahkan kita dalam menjalankan setiap syariat-Nya, dan menerima segala amal ibadah kita, termasuk ibadah kurban yang akan kita laksanakan nanti. Jangan sampai niat baik kita untuk berkurban ternodai oleh ketidaktahuan mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Pemahaman yang benar tentang apa hukumnya memakan daging kurban sendiri adalah salah satu kuncinya.
Wallahu a'lam bishawab. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Semoga artikel sederhana ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.